Mohon tunggu...
Muklisin Said
Muklisin Said Mohon Tunggu... Politisi - Mahasiswa yang kritis

Berfikir dan zikir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tritunggal Tidak Suci

7 September 2020   01:50 Diperbarui: 7 September 2020   12:30 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Mengapa setelah keluar dari Orde Baru jaman Suharto dulu yang penuh denganteror dan ketakutan, Indonesia terjerumus kembali pada berbagai bentuk fundamentalisme, seperti fundamentalisme agama dan uang? 

Seolah kita sebagai bangsa keluar dari mulut singa, dan kemudian masuk ke mulut harimau. Seolah kita meninggalkan satu masalah untuk kemudian terjun bebas ke masalah berikutnya, tanpa sadar. Apa sebenarnya akar dari fenomena ini?

Fundamentalisme agama jelas menjadi gejala serius di Indonesia sekarang ini. Berbagai kelompok hendak memaksakan ajaran agama mereka untuk diterapkan di seluruh masyarakat. Dasar negara Indonesia yang bersifat pluralis, terbuka dan nasionalis kini sedang terancam. Gejala ini menciptakan keresahan sosial di berbagai kalangan, terutama mereka yang minoritas.

Di dalam gerakan fundamentalisme agama ini, kita bisa menyaksikan dengan jelas satu bentuk mentalitas, yakni mentalitas budak. Mentalitas budak berarti, orang malas atau tidak mau berpikir mandiri, dan menyerahkan keputusan hidupnya pada apa kata kelompok. Dalam hal ini, kelompok itu adalah agama. Orang semacam ini tidak lebih sebagai budak yang rindu untuk dikuasai dan ditaklukan, karena tidak mau berpikir mandiri.

Mental budak terwujud nyata di dalam sikap abdi. Sikap abdi berarti, orang lebih senang disuruh dan diperintah, daripada memutuskan sendiri, apa yang mesti ia lakukan. Orang lebih senang tunduk pada kata orang lain, dari pada mempertimbangkan sendiri, apa yang baik dan buruk bagi dirinya. Sikap abdi yang meluas akan menciptakan bangsa budak yang bergantung dan tunduk pada bangsa asing, seperti yang dengan jelas kita lihat di Indonesia sekarang ini.

Di hadapan bangsa asing, kita merasa minder dan rendah diri. Kita merasa, apapun yang orang asing lakukan selalu lebih baik dari yang kita lakukan. Sikap minder, mental budak dan sikap abdi saling terkait satu sama lain. Hasilnya bangsa yang terjajah, walaupun tidak merasa diri terjajah. Bangsa yang rindu untuk dikuasai. Inilah bentuk Indonesia di awal abad 21 ini.

Ciri nyatanya serupa. Kita lebih senang barang buatan luar negeri, daripada barang buatan dalam negeri, walaupun mutunya sama. Ada rasa bangga dan gengsi,ketika kita menggunakan produk luar negeri yang mutunya tak lebih bagus dari mutu produk dalam negeri. Ini contoh kecil dan amat nyata dari mental budak,sikap abdi dan rasa minder yang menjadi ciri dari Indonesia sekarang ini. Ciri yang berakar pada kerinduan kita semua untuk dikuasai dan ditaklukan, karena takut dengan kebebasan dan kemandirian.

Pada bentuknya yang paling ekstrem, kita lalu membenci bangsa kita sendiri. Akar dari kebencian ini adalah tiga sikap tadi (minder, abdi, dan budak) yang kesemuanya berpijak pada ketakutan akan kebebasan. Saya menyebutnya "tritunggal tidak suci" yang menjadi musuh dari kemajuan bangsa kita dewasa ini. Kita justru bangga dengan mencerca bangsa sendiri, dan dengan senang hati memuja bangsa lain, tanpa tolok ukur yang obyektif.

Lalu, kita pun menjadi budak yang bangga, yakni budak yang tidak merasa dirinya sebagai budak. Kita merasa bahagia, walaupun terjajah. Kita merasa lega dan gembira, walaupun menjadi abdi yang setia, yang takut berpikir sendiri dan rindu untuk dikuasai. Ada mekanisme halus yang menjadi latar belakang dari semua ini,
yakni kekuatan hegemoni.

Hegemoni adalah sebentuk penjajahan. Ia begitu halus sekaligus kuat, sehingga orang yang terjajah tidak merasa dirinya dijajah. Ia merasa dirinya baik-baik saja,bahkan bahagia, walaupun hidup dalam ketergantungan total atas pihak lain yang lebih kuat dari dirinya. Hegemoni adalah cara menindas yang membuat budak pun
menjadi tertawa bahagia.

Hegemoni lalu melahirkan jenis manusia tertentu. Mereka suka menjilat penguasa, dan menindas yang lemah. Idiom untuk hal ini jelas, yakni jilat atas, injak bawah.Banyak orang tidak suka dengan prinsip ini, walaupun mereka secara nyata melakukannya. Inilah kekuatan hegemoni yang melahirkan tritunggal tidak suci (mental budak, abdi dan minder), yang membuat orang membenci bangsanya sendiri,dan terpesona dengan bangsa lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun