''Eh gw sibuk nih, agenda padet banget, nanti tugas kelompoknya gw yang ngeprint, fotocopy ama jilid aja deh ya...'' Nah tanpa disadari hal-hal sepele seperti itulah yang dapat terjerumus dalam benih-benih jerat korupsi.
Hal ini karenanya orang seperti itu selalu ingin mengandalkan orang lain, tidak mau ikut bekerja keras bersama teman-temannya dalam menyelesaikan tugas dan mendapatkan nilai.Â
Apabila hal ini menjadi sebuah kebiasaan baginya, maka dikemudian hari dia akan mencari jalan pintas untuk mendapatkan keuntungan, tanpa mau berusaha dan bekerja keras.
- Mark Up Uang Buku Dari Ortu
Setiap awal semesternya sudah bisa dipastikan kita akan kembali lagi merepotkan kedua orang tua kita untuk meminta uang tuk beli buku-buku perkuliahan semester baru yang sudah ditetapkan dosen. Maka tidak sedikit yang akhirnya menganggarkan harga buku yang begitu mahal kepada kedua orang tuanya.Â
Namun realitanya akhirnya mereka memilih membeli buku dengan harga miring atau KW di Pasar Senen dan uang sisanya dipakai untuk kesenangan pribadi seperti makan-makan, dll. Jumlahnya memang masih puluhan hingga ratusan ribu saja.
Namun coba deh klo kita hitung dari awal hingga akhir kuliah, sudah berapa nominal uang yang kita sudah pakai untuk kepentingan pribadi dari yang tidak seharusnya. Nominal ratusan ribu tersebut bisa bisa menjadi benih untuk kita korupsi ratusan juta hingga milyaran di kemudian hari nanti.
- SPJ Proker Bodong
Ternyata tanpa kita sadari, benih-benih korupsi juga sangat dimungkinkan terindikasi di dalam organisasi kita loh. Salah satunya terkait dengan sistem pendanaan kegiatan opmawa/ormawa sehari-hari.Â
Sesuai sistem yang berlaku, setiap organisasi mahasiswa (opmawa/ormawa) yang ingin menyelenggarakan kegiatan diwajibkan untuk membuat proposal pengajuan dana.Â
Untuk kemudian membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) guna mencairkan dana. Sistem semacam ini sebenarnya dianggap kurang tepat karena mendorong mahasiswa untuk berperilaku curang atau korupsi.Â
Bagaimana tidak, dalam penyerahan SPJ tersebut, opmawa/ormawa harus menyertakan nota pembelian dan kuitansi penggunaan dana kegiatan yang bahkan belum terselenggara.
Terlebih jika praktek di lapangannya adalah dengan manipulasi nota kosong, dan pembuatan stempel palsu demi memberi kesan keabsahan pada kuitansi dalam SPJ ''bodong''.Â