Mohon tunggu...
Mujizat U
Mujizat U Mohon Tunggu... Wira Swasta Berdikari -

Pemerhati Aktip Sekitar Yang Berusaha Obyektip Dan Gemar Serta Sudi Belajar Dari Massa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Umat Manusia

10 Juni 2018   04:35 Diperbarui: 10 Juni 2018   15:33 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bangun.. bangun, lebaran.. " ujar bunda dengan lembut. Penulis ingat, dan selalu terngiang-ngiang ingat suara bunda menggetarkan hati. Suasana hati langsung gembira bahagia karena sudah bebas bisa lagi makan dan minum sejak pagi, karena sebelumnya selama 30 hari berpuasa. 

Seperti semua orang yang berlebaran, makanan yang umum di hari raya, tersedia di meja makan. Opor ayam, semur daging sapi, gepuk daging sapi, soto temusu dan babat pakai emping serta ketupat tersedia didepan mata. Segala Jenis kue kering dan kue basah serta berbagai minuman ringan juga sirup terpampang tersedia di rumah begitu menggiurkan.

Sebelum fajar menyingsing, bersama ayah dan bunda serta saudara pergi ke lapangan Masjid, bersama-sama dengan semua orang melaksanakan shalat idul fitri. Sungguh terasa nikmat nan syahdu sensasi luar biasa indah bagai arus listrik mengalir ke seluruh tubuh, sangat melekat kuat di memori benak penulis.

Pakaian baru, sepatu dan sandal baru serta isi kantung ada banyak uang membuat suasana makin gembira. Kemudian bermain bersama sanak saudara serta kawan-kawan dengan keceriaan tiada tara, sungguh tertanam di lubuk hati yang paling dalam.


Dan walau berbeda-beda suasana lebaran idul fitri seiring perjalanan waktu dan bertambahnya usia, suasana kegembiraan dan keindahannya lebaran, tidak pernah luntur dan terpatri lekat di lubuk hati dan di dalam memori pikiran.
Penulis yakin, pembaca kompasiana yg muslim tentunya punya kesan manis masing-masing ketika merasakan sensasinya suasana lebaran idul fitri.
Dan bagi yang beragama lain, misalnya yang beragama kristen, suasana lebaran idul fitri tentunya tidak akan punya kesan istimewa. Lain halnya ketika suasana Natal, pastinya kesan-kesan tentang indahnya suasana Natal terpatri kuat di lubuk hati dan memori benak saudara-saudara yang beragama kristiani.
Bila menjelang dan hari Natal tiba, sering kita saksikan suasana gembira umat kristiani merayakan hari raya Natal dengan berbagai sensasinya dapat diasaksikan melalui media elektronik, juga pemberitaan melalui media cetak.
Melihat ke luar negri, misalnya dikala menjelang hari raya imlek di Tiongkok. Suasana pulang mudik warga dari kota-kota besar disana yang pulang kampung begitu antusias dan besar-besaran seperti juga terjadi di tanah air indonesia kala menjelang hari lebaran idul fitri. Sensasi luar biasa tentunya dirasakan oleh masing-masing orang Tiongkok kala menikmati hari imlek.
Di semua belahan dunia, semua orang di semua bangsa punya kegembiraan pada hari rayanya. Kegembiraan dan kebahagiaan tentang hari rayanya di setiap orang di semua bangsa, ternyata tergantung dengan "keyakinan apa" yang "ditanam" di benak masing-masing dari semenjak "masa anak-anak" oleh keluarganya. 
Setiap unit keluarga melalui suatu keyakinan yang lazim disebut kepercayaan "agama" lah yang merupakan penanaman "awal mula" timbulnya sensasi perasaan dan pikiran indah di masing-masing orang didalam menikmati hari rayanya secara turun-temurun, dari masa silam sampai pada saat ini serta di kemudian hari tentunya.

Bila saja penulis di lahirkan dari keluarga beragama Hindu, mungkin tidak akan ada sensasi istimewa di lubuk hati tentang hari lebaran idul fitri. Begitu pula bila anda yang sekarang beragama Kristen, kalau anda di lahirkan dari keluarga beragama Budha, anda mungkin tidak akan punya sensasi kebahagiaan di kala hari Natal tiba. 

Sungguh luar biasa tatkala doktrin kepercayaan "agama" begitu sangat kuat mempengaruhi kepada "perasaan" maupun "pikiran" semua umat manusia di seantero planet bumi ini. Dari doktrin agama itulah yang membuat setiap orang punya sensasi indah dikala menikmati momen di hari rayanya masing-masing. 
Bila saja kita mau "menyadari" dengan hati serta pikiran terbuka untuk "saling menghargai" kepercayaan agama masing-masing, serta tidak saling merasa agamanya yang paling benar, maka sungguh betapa indahnya hidup dan kehidupan ini.
Selamat hari raya lebaran idul fitri 1436 H bagi yang merayakannya, "mohon maaf lahir dan bathin" bila selama ini ada tulisan dari penulis yang tidak berkenan di hati pembaca kompasiana yang budiman.S a l a m. 
         ***** Vox Populi Vox Dei *****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun