Mohon tunggu...
Mujab Mujab
Mujab Mujab Mohon Tunggu... Buruh - Wahana menuangkan karya dan gagasan

Saya aktif di Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah. Selain itu aktif di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah sejak tahun 2003 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Paradigma Belajar Kolaboratif

19 September 2020   10:26 Diperbarui: 19 September 2020   12:08 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: https://www.freepik.com/ 

Masa pandemi sudah cukup lama, banyak dari para orang tua, guru, murid, warga belajar, mahasiswa mulai memiliki cerita dan derita dalam menjalani pembelajaran. Maka  konsep belajar sepanjang hayat ternyata mulai berlaku lagi. Kita semua bangsa Indonesia ini dituntut untuk belajar dan terus belajar dalam banyak aspek, dalam banyak hal.

Jika sebelum pademi guru menjadi pusat pembelajaran, dosen menjadi pusat perkuliahan, orang tua mengajukan protes dan complain atas system pembelajaran, dan murid menjadi obyek yang diajar, kini situasinya berubah, sejak covid dari Negara api menyerang. Orang tua kini merasakan bagaimana rumit dan kompleksnya persoalan menemani para siswa belajar dengan mengambil contoh anaknya sendiri.

Guru mulai merasakan ada banyak hal baru perlu dipelajari sehingga tidak bisa menganggap diriya sebagai satu satunya sumber belajar dan sumber kebenaran dikelas, karena semua kini bisa di cek di internet, di sandingkan dan dibandingkan dengan Google. Maka materi yang disampaikan guru jika tidak menarik akan segera ditinggalkan muridnya dan beralih ke google. Murid jadi punya banyak pilihan dan tawaran untuk belajar dari berbagai sumber, yang sesuai dengan minatnya, bakatnya, keinginannya, dan cita citanya.

Teknologi informasi yang sudah mulai digunakan di dunia pendidikan mengubah Paradigma. Paradigma belajar mengajar perlu diubah dan digantikan dengan paradigma belajar bersama.  Belajar tidak bisa lagi searah. Guru tidak bisa lagi memonopoli kebenaran. Orang tua tidak bisa lagi sembarangan protes dan melaporkan  guru atas tindakan keras dan disiplin, karena mulai tahu betapa repot mengurus anak orang. Mengurus anak sendiri saja kerepotan dan frustasi.

Sementara di luar sana tuntutan masa depan anak terbantang nyata. Padahal kesiapan lembaga pendidikan terkait konsep pendidikan masa depan anak yang akan hidup di era revolusi industry 4.0 baru saja terungkap, itupun karena ada pademi. Selama ini anak anak SD-SMU dibatasi berhubungan dengan internet karena masih dipandang sebagai ancaman, bukan sebagai peluang.

Paradigma saling belajar dan kolaborasi belajar

Saatnya mengubah paradigma untuk saling belajar. Guru dan murid menjadi mitra kolaborasi untuk belajar bersama, menyiapkan masa depan anak sekaligus menyiapkan masa depan pendidikan ke depannya. Pendidikan ke depan harus selalu up to date. Akan ada banyak jenis lapangan pekerjaan yang hilang, tetapi akan banyak juga jenis lapangan pekerjaan baru.

Contoh pekerjaan pekerjaan yang akan digantikan teknologi: akunting dan payroll, kasir toko, pegawai resto, pekerja pabrik, kurir barang, cleaning service, sekretaris, cuestomer service, penterjemah, driver, dan masih banyak lagi. Sedangkan contoh pekerjaan baru karena perkembangan teknologi seperti copywriting, photoshop, UXdesign, video editing, influencer, coding, sosial media marketing, public speaking, project management, youtuber, freelancer,  app development, data analytic, excel knowledge, google analytic, web development, gamers, dan lain lain.

Lembaga pendidikan harus menyiapkan warga belajar hari ini untuk siap ketika masa itu tiba. Kalau tidak siap maka lapangan pekerjaan baru akan diisi oleh orang lain, dari Negara lain; yang sudah terlebih dahulu menyiapkan diri melalui pendidikannya.  Yang perlu diingat bahwa perkembangan teknologi tidak akan pernah menunggu dunia pendidikan [Indonesia] siap. Mereka memiliki agenda sendiri.

Fakta menunjukkan penyerapan teknologi lebih cepat terjadi di generasi milenial daripada generasi tua. Anak dan remaja lebih terbuka dan tidak menaruh curiga terhadap perkembangan teknologi. Mereka lebih open minded.  Jika ada perkembangan teknologi bari ketika anak dan remaja diberi atau memiliki kesempatan, pasi akan segera mencobanya, mempelajarinya. Jika teknologi tadi menarik minatnya maka proses akan berlanjut. Makin lama anak dan remaja paham dan tahu akan tknologi tersebut. Ketika suatu saat memutuskan untuk menerima atau tidak, sikap mereka sudah berdasarkan pengalaman dan pendalaman yang mereka lakukan.

Minat dan kehendak anak dan remaja menyerap perkembangan teknologi adalah peluang luar biasa. Minat dan ketertarikannya menjadi motivasi besar untuk mempelajari, memahami, mengimplementasi, hingga mengembangkan dan menkreasikan hal hal baru dari teknologi yang ada. Sementara golongan tua tertatih tatih belajar melangkah mempelajari satu dua hal, yang kadang berhenti karena merasa sulit dan merasa tidak mungkin, termasuk yang dialami banyak guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun