Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Saling Memaafkan Saat Lebaran, Menyempurnakan Kesucian

13 Mei 2021   16:17 Diperbarui: 14 Mei 2021   06:45 1764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Silaturahim Lebaran(sumber: Shutterstock via kompas.com)

Memaafkan dan dimaafkan adalah refleksi kebahagiaan dan simbol keharmonisan dalam bingkai kehidupan kemanusiaan kita. 

Itu adalah alami dan fitrah dalam upaya mengejewantahkan semangat spiritualitas dan kemanusiaan. Keserasian dan keseimbangan spiritualitas dan kemanusiaan kita itu diharapkan akan menciptakan kasih sayang dan kedamaian dalam realitas kehidupan kita.

Suasana silih berganti. Musim datang dan pergi. Ramadan baru saja usai dan dilewati. Tibalah hari ini, hari yang membahagiakan, Hari Raya Idulfitr 2021i (baca: lebaran).

Indonesia kaya dengan tradisi. Dalam setiap agama yang diyakini pun selalu diiringi beragam tradisi dan kearifan lokal. Termasuk dalam agama Islam. Tidak heran jika terjadi sinkretisasi antara agama dan budaya (tradisi). Ada asimilasi dan akulturasi antara pemahaman agama dan budaya (tradisi).

Dalam momen perayaan Idulfitri, misalnya, bahasa, kosakata, istilah khas Islam Indonesia adalah realitas yang bisa jadi tidak ada dan berbeda dengan negara-negara lain, sekalipun negara itu mayoritas muslim. Itulah yang dalam literatur keislaman Nahdlatul Ulama (NU) disebut dengan Islam Nusantara. 

Kebudayaan Islam Indonesia atau keislaman dan keindonesiaan adalah realitas khazanah sejarah perkembangan Islam di Indonesia yang harus terus dirawat.

Sebut saja, misalnya, kata lebaran, halal bi halal, bersilaturahmj, maaf-maafan (maaf-memaafkan, saling memaafkan), open house, bersalam-salaman, dan sebagainya. 

Ilustrasi Bermaaf-maafan saat Hari Raya Idul Fitri (Foto Liputan6.com)
Ilustrasi Bermaaf-maafan saat Hari Raya Idul Fitri (Foto Liputan6.com)
Itu semua tentu memiliki makna dan nilai luhur yang terus dipelihara dan dirawat dalam budaya dan tradisi Islam Indonesia.

Kata yang menjadi tren di tengah masyarakat saat lebaran atau idulfitri ini adalah kata "maaf'. Adakah kata-kata lain selain kata "maaf"ini yang viral dan tren saat Hari Raya Idul Fitri? Pasti ada dan tidak sedikit.

Tapi kata "maaf" ini tampaknya adalah yang paling tren dan viral di ruang publik saat Hari Raya Idulfitri atau Lebaran. Dan ini adalah tradisi yang baik dan positif di tengah masyarakat lslam Indonesia.

Tradisi maaf-memaafkan atau saling memaafkan adalah puncak dari proses penyucian diri lewat berpuasa selama bulan Ramadan.

Dalam literatur Islam, hal ini berdasarkan atas hadis Nabi yang menyebutkan bahwa, "Siapa yang berpuasa Ramadan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu."

Maka untuk menjaga dan menyempurnakan kesucian diri itu, dianjurkan untuk saling memaafkan atas segala kesalahan antarsesama manusia. Karena memang manusia sendiri keberadaannya cenderung berbuat (tempatnya) salah dan lupa. Al-insanu mahalul khatha-i wan nisyan. 

Itu juga adalah wajar dan manusiawi. Yang terpenting, sebaik-baik manusia (bani Adam) jika bersalah dan berdosa adalah yang mau bertobat, minta maaf dan ampun. Kullu bani Adam khata-un wa khairul khata-in at-tawwabun.

Dalam ajaran Islam, dosa dan kesalahan yang dilakukan seseorang karena pelanggaran terhadap perintah Allah yang hanya terkait dirinya secara personal dengan Allah, dan tidak ada sangkut pautnya dengan sesama manusia, maka ketika memohon ampun dan bertobat, pasti Allah akan mengampuninya.

Sementara dosa dan kesalahan seseorang yang ada sangkut pautnya dengan sesama manusia (adami), maka Allah tidak akan mengampuninya, kecuali orang yang bersangkutan saling memaafkan sebagai sebagai sesama manusia, sesama makhluk Allah.

Inilah awal muasal lahirmya tradisi maaf-memaafkan atau saling memaafkan antarsesama manusia itu.

Jika bisa saling bertemu langsung, saling berkunjung, bersilaturahmi dengan kerabat, sanak saudara dan tetangga, berjabat tangan, dan saling memaafkan,  itu adalah tradisi yang lazim dilakukan.

Namun jika karena ada hal-hal kondisi memaksa dan darurat, seperti pandemi sekarang ini, yang menjadi salah satu faktor untuk tidak bisa bertemu dan bersilaturahmi langsung, maka itu bukan berarti menutup celah dan kesempatan untuk tetap dan bisa saling memaafkan.

Untuk menggambarkan apakah masih bisa bersilaturahmi dan saling memaafkan saat pandemi ini, dan bagaimana caranya, maka akan dielaborasi dan dapat dibaca dalam tulisan saya besok, hari terakhir event Tebar Hikmah Ramadan (THR) Kompasiana 2021 ini.

Dalam suasana yang membahagiakan ini, saya mengucapkan, "Selamat merayakan Idul Fitri 2021, dan Selamat merayakan Kenaikan Isa Almasih!" 

Semoga kedamaian dan keharmonisan menyertai kebersamaan kita dalam berbangsa dan beragama. Mohon maaf lahir dan batin. Tabik. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun