Setiap pekerjaan selalu ada risiko. Lebih-lebih bekerja pada orang lain. Tidak sedikit faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan.Â
Ada ketergantungan pada sistem dan kondisi tempat kerja. Sehingga mau tidak mau membutuhkan loyalitas, peningkatan kinerja, kedisiplinan, dan adaptasi ekstra dengan lingkungan kerja
Faktor-faktor ini dalam perjalanan waktu bisa memengaruhi atmosfer kinerja kita. Ada baik-buruknya. Ada plus-minusnya. Ada positif-negatifnya.Â
Itu semua bisa jadi membuat kita nyaman dan kondusif, atau bisa juga sebaliknya, membuat kita merasa tidak betah dan tidak nyaman bekerja.Â
Hatta, bermuara pada keinginan kita yang memuncak untuk cepat-cepat mengundurkan diri dan berhenti dari pekerjaan (resign).
Pertanyaannya: Ih, kenapa mesti resign? Atau, apa saja biasanya faktor yang menyebabkan munculnya keinginan yang menggebu untuk resign?Â
Bos yang Nyebelin
Karena kita bekerja pada orang lain, maka kita berarti punya bos (pemimpin atau atasan) di tempat kerja kita. Nah, tidak jarang bos kita itu punya karaker atau tabiat yang beragam.
Bos kita itu ada yang baik, asyik, dan menyenangkan. Ada juga kebalikannya. Bos kita bisa jadi punya tabiat dan watak yang tidak baik dan aneh-aneh. Bos yang bikin malas dan nyebelin.
Kalau kebetulan kita dapatnya bos yang baik, asyik, menyenangkan, ramah, low profile (enggak jaim), enggak galak (killer), sering neraktir makan, royal (enggak pelit bin medit), maka otomatis kita betah, nyaman, enak, dan menyenangkan dalam bekerja.
Tapi kalau kita punya bos sudah galak, killer, pelit bin medit, terlalu jaim, dan genit bin ganjen pula (pelecehan seksual, dan biasanya dialami oleh wanita pekerja). Maka, jelas kita merasa malas, tidak nyaman, dan tidak betah di tempat kerja. Tidak kondusif dan bikin stres.
Pokoknya bos yang benar-benar nyebelin. Bawaannya kita itu pengin keluar, berhenti, dan mengundurkan diri (resign)Â saja dari kerjaan. Pergi jauh-jauh, menghindar, dan hempaskan diri dari model bos kayak begitu. Husss...husss!