Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berapa Banyak Rakyat yang Dongkol pada Pemerintah Saat Ini?

18 Februari 2021   16:56 Diperbarui: 19 Februari 2021   17:29 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020). Presiden Joko Widodo meminta kepada kepala pemerintah daerah untuk berkomunikasi kepada pemerintah pusat seperti Satgas COVID-19 dan Kementerian dalam membuat kebijakan besar terkait penanganan COVID-19, dan ditegaskan kebijakan lockdown tidak boleh dilakukan pemerintah daerah./KOMPAS.COM (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Karena lembaga-lembaga survei pun kelihatannya sudah mulai bergerak melakukan survei tentang kira-kira siapa saja yang punya elektabilitas di pemilu 2024 mendatang.

Lagian sekarang itu ngomongin suksesi politik tidak tabu. Siapa pula yang melarang bicara suksesi politik zaman sekarang. Dan, tidak ada peraturannya tentang larangan bicara suksesi politik. Sah-sah saja.

Kecuali dulu, zaman orde baru, itu baru berbahaya. Bisa kena pasal subversif. Dituduh akan melakukan makar. Melawan pemerintah yang sah. Bisa langsung diciduk kalau bicara yang menyinggung soal suksesi.

Itu cerita dulu zaman orde baru. Zaman pemerintahan Soeharto selama 32 tahun, sebelum zaman reformasi 1998.

Zaman itu rakyat takut bicara. Publik tidak berani mengkritik pemerintah. Media-media massa di bawah kendali, kekuasaan, dan pengawasan pemerintah (Menteri Penerangan).

Senjatanya adalah Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). SIUPP ini dulu sakti mandraguna sebagai senjata ampuh untuk memberedel media massa yang "nakal" dan kritis terhadap pemerintah. Sedikit-sedikit ancamannya adalah beredel, dicabut SIUPP-nya, dan otomatis dilarang terbit. 

Itulah dulu yang dialami oleh majalah Tempo, majalah Editor, tabloid Monitor, dan lain-lain yang pernah diberedel pada zaman rezim orde baru berkuasa.

Terasa sekali tidak ada kebebasan pers. Kebebasan berpendapat dan berekspresi diamputasi. Apalagi, mengkritik pemerintah. Serem dan menakutkan. Itu dulu, era pemerintahan orde baru. Pemerintahan sekarang? O...tidak ada itu. Tidak ada bedanya, yang beda format dan gayanya saja, begitu? 

Harus diakui bahwa situasi sekarang jelas jauh berbeda dengan situasi pada zaman orde baru. Keran kebebasan berpendapat dan berekspresi lumayan dibuka lebar-lebar. Artinya, kalau sekarang kebebasan pers, kebebasan berpendapat dan berekspresi relatif tidak ada kendala. 

UU yang ada melindungi dan memberikan keleluasaan. Asal terkendali dan bisa dipertanggungjawabkan. Tidak hoaks, tidak menebar fitnah dan kebencian. Prinsipnya, paling tidak, saring sebelum sharing. 

Sekarang lumayanlah. Makanya, kalau ada wacana revisi UU ITE, karena ditengarai menghambat kebebasan berpendapat dan berekspresi selama ini, demi kebaikan adalah langkah yang baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun