Dahlan Iskan menulis, "Mengapa wajah Cak Nur, juga wajah saya, menghitam? Ya, begitulah memang salah satu perubahan fisik yang dihasilkan oleh liver yang terkena sirosis. Ini berlaku pada siapa saja, yang Islam, yang Kristen, yang Buddha, yang Hindu, yang Kejawen, yang komunis, dan yang tidak punya aliran apa pun—free thinker," jelasnya dengan sangat menohok. (Ganti Hati..., h. 170)
Maaf, saya selipkan secuil isi buku "Ganti Hati..." itu, tanpa bermaksud mengudarnya lebih banyak lagi. Berkenan, silakan, Anda membacanya sendiri.
Dari situ juga, akhirnya saya membeli buku-buku tentang sosok Dahlan Iskan, yang ditulis beberapa penulis, dan serentak terbit di tahun 2013, misalnya, buku Uniknya Dahlan, Inilah Dahlan Itulah Dahlan, Certwit Dahlan Is Dahlan Can, dan sampai sekarang, hampir selalu update tulisan-tulisan Dahlan Iskan di "DI's Way" yang dirilisnya saban bakda subuh itu.Â
Terima kasih, Daeng Khrisna Pabichara, yang sudah mengantarkan saya bertamasya di dunia belantara dan sabana kata, menikmati tradisi literasi.Â
Dan, saya bersyukur dengan bergabung dan berada di rumah besar literasi Kompasiana ini, dan ternyata tidak dinyana, di sini, ada ulama bahasa atau narabahasa kharismatik, dan penulis terkenal, Khrisna Pabichara.Â
Jujur, selama ini, dan sampai detik ini pun, saya tidak pernah bertemu muka dengan Daeng (panggilan akrab Khrisna Pabichara) ini, dan saya hanya pernah bersentuhan di "dunia lain" dari kejauhan dalam ruang dan waktu yang sunyi dengan penulis yang mumpuni, cerdas, dan cergas ini.
Khrisna Pabichara adalah seorang penulis yang khusyuk, setia, memiliki renjana yang luar biasa, dan tidak perlu ada rasa ketaksaan (ambiguitas) lagi tentang integritas dan profesionalitasnya dalam kiprah dan kontribusinya di ranah literasi.
Penulis yang selalu kaya ide dan materi (materi bisa bertautan dengan tulisan atau banyak duitnya, amiiin ya Rabb), humble (ramah dan penuh rendah hati), selalu mau melapangkan dada, dan merentangkan tangan dengan ilmu dan kebisaannya ini kepada siapa pun tanpa pandang bulu.
Dan dalam sunyi tapi pasti saya mengagumi, salut, menaruh hormat, dan belajar banyak kepadanya lewat karya-karyanya yang monumental, seperti novel "Sepatu Dahlan" ini, dan tulisan-tulisannya di Kompasiana yang sangat inspiratif, sekaligus (mestinya) menjadi AU semua. Serius! Sukses terus dan berkah, Daeng Khrisna Pabichara.
Hampura, yang terhormat, Daeng Khrisna Pabichara, bila ade salah-salah kate nyang gak sreg, gak enak di hati, dan kurang sopan. Maklum, pemule. Tabik! []