Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Akhlak dari Dua Kambing Betina

18 November 2020   17:07 Diperbarui: 18 November 2020   23:42 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dua kambing betina berkelahi / PIXABAY.COM

Saat di pesantren dulu, saya ingat, ada salah satu mata pelajaran yang bernama, al-Muthala'ah. Mata pelajaran yang berisi cerita-cerira pendek yang diangkat dari hal-hal sederhana, kejadian sehari-hari, atau lebih banyak berisi fabel.

Tujuannya, selain, di satu sisi, adalah salah satu metode dalam proses pembelajaran, pengembangan, dan penguasaan Bahasa Arab, juga sekaligus, di sisi lain, kita bisa becermin dan memetik pelajaran moral dari cerita-cerita sederhana dan fabel yang ada dalam mata pelajaran al-Muthala'ah ini.  

Al-Muthala'ah (Bahasa Arab) sendiri berasal dari akar kata thaala'a-yuthaali'u-muthaala'ah, artinya membaca, membaca dengan teliti, menelaah, mengkaji, meneliti, terbit, meningkat, memunculkan, dan seterusnya. 

Kata "telaah" (Bahasa Indonesia), jelas diadopsi dari kata "thala'a/muthala'ah" itu. Matahari terbit, misalnya, dalam Bahasa Arab adalah  "thala'at al-syams" atau "thulu'u al-syams".

Salah satu fabel yang menarik dalam mata pelajaran al-Muthala'ah itu, yang lamat-lamat muncul dalam ingatan saya, berjudul "al-'Anzani" (Dua Kambing Betina). Tidak diketahui pasti siapa pengarang sebenarnya dari fabel ini, dan kenapa judulnya "Dua Kambing Betina" bukan "Dua Kambing Jantan", misalnya.

Entah apa alasannya. Mungkin yang namanya betina atau perempuan ada daya tarik sendiri, dan berbeda dengan jantan atau laki-laki. 

Kadang di balik kelembutan (feminin) perempuan, bisa jadi terselip kekuatan dan keberanian (kejantanan, maskulin) yang melebihi laki-laki. Dan sebaliknya, kadang di balik kejantanan (kekuatan, maskulin) laki-laki ternyata ada kelemahlembutannya (feminin).

Makanya, mungkin kenapa yang lebih berani dan vokal menyerang habis-habisan "si Doi" yang didaku oleh pengikut-pengikutnya paling suci atau dia sendiri mendaku sok suci, dan baru saja pulang dari Arab Saudi itu adalah seorang perempuan, "si Nyai" yang unik, sering berpenampilan seksi, dan terkenal seronok itu.

Bahkan, ada persepsi dan ditengarai bahwa yang lebih banyak memiliki sifat keras kepala itu adalah perempuan ketimbang laki-laki. Benar dan tidaknya, perlu ada riset atau penelitian khusus tentang ini. Karena realitasnya, yang punya dua kepala itu adalah laki-laki, sedangkan perempuan yang punya dua pasang bibir, bukan?

Ada lagi yang menyebut, laki-laki kadang lebih cengeng dan baperan ketimbang perempuan (?). Perempuan setingkat lebih rasional, dan laki-laki setingkat lebih emosional dan perasa (?). Itulah makanya, kenapa mungkin koki atau chef itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan.

Atau, kenapa dalam rangka acara (event) Kompasianival 2020 ini, misalnya, para nomine Kompasiana Awards dalam katagori fiksi terbaik (Best in Fiction), ternyata semuanya laki-laki. Padahal tidak sedikit Kompasianer perempuan yang juga bagus dan khusyuk menulis fiksi (Hehe...maaf enggak ada hubungannya ya, cocoklogi saja). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun