Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Miris, Pernikahan Bedolan, Klaster Baru Covid-19 di Jakarta

26 September 2020   16:38 Diperbarui: 27 September 2020   11:38 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pelaksanaan akad nikah saat pandemi di KUA (dokpri/MUIS SUNARYA)

Tokoh. Ini juga faktor yang sangat dominan dan sulit untuk dimungkiri. Adalah tokoh masyarakat, pesohor, kiai, pejabat, selebritas, dan lain-lain sebutannya. Pokoknya orang penting, punya kedudukan, status, dan strata sosialnya tinggi di tengah masyarakat dan pranata sosial.

Contoh secara konkret, mana ada seorang presiden, menteri, gubernur, bupati, kiai, selebritas, dan seterusnya yang status dan strata sosialnya tinggi akan menikahkan anaknya, atau melangsungkan akad nikahnya di KUA? Pasti pernikahan bedolan. Sangat mustahil di KUA. Tidak pernah terjadi dalam sejarah pelayanan pernikahan pada KUA selama ini.

Jadi, ketokohan dan status sosial seseorang sangat dominan dan memengaruhi cara pandang atau persepsi orang dalam pelaksanaan pernikahan bedolan. Seakan-akan sangat aib dan tidak layak jika akad nikahnya dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA).

Ini semua adalah tantangan dan keunikan tersendiri dalam pelayanan pernikahan pada KUA. Tidak sedikit faktor yang harus menjadi perhatian serius. Maka pegawai pencatat nikah atau penghulu pada KUA harus cerdas, cergas, cerdik, dan cermat dalam melaksanakan pelayanan publik.

Tidak aneh juga, dalam menjabarkan kebijakan pemprov DKI Jakarta tentang penerapan kembali PSBB kerap terjadi kendala, persoalan pelik, dan dilematis dalam pelayanan pernikahan di tengah masyarakat. 

Bisa jadi pegawai pencatat nikah atau penghulu KUA bersitegang dengan calon pengantin yang bersikeras minta akad nikahnya dilangsungkan di rumah (nikah bedolan), bukan di KUA.

Melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi pernikahan bedolan, bisa sedikit dipahami, tak apa, dan takada yang perlu diperdebatkan (meminjam kuliah bahasa Pak Khrisna Pabichara tentang topik "Tak" di kampus tercinta kita, Kompasiana ini).

Tetapi menjadi miris dan konyol, jika prosesi akad nikah harus dilaksanakan di luar KUA (nikah bedolan) di tengah bahaya pendemi yang terus mengintai siapa pun setiap saat. Sementara, kebijakannya sudah terang benderang, tidak diizinkan. Titik. Tabik. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun