Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi dan Prabowo Bertemu, Siapa Sesungguhnya yang Kecewa?

14 Juli 2019   12:32 Diperbarui: 19 Juli 2019   19:36 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kejutan. Ada yang suka, dan ada pula yang tidak suka. Ada yang senang, dan ada juga yang kecewa. Begitu kurang lebih respons yang menggambarkan suasana batin publik saat ini, atas PertemuanJokowiPrabowo di Mass Rapid Transit (MRT), ruang publik dengan sangat santai dan begitu rileks.

Ini sebuah kejutan, karena momen tersebut yang selama ini menjadi teka-teki silang pendapat tentang rekonsiliasi dan yang ditunggu-tunggu publik beberapa hari terakhir ini. Nggak nyangka saja, kok bisa? Demikian kira-kira publik bergumam.

Tahu sendiri, "bola" rekonsiliasi sudah kadung menggelinding di ruang publik dan viral. Ibarat bermain sepakbola, tak tahu persis ke mana arahnya bola ini ditendang. Akhirnya, bola ini menjadi bola liar dan kontrovesial. Bahkan, tak jelas juntrungannya. 

Dalam tulisan saya sebelumnya, pertanyaan mendasar adalah, perlukah rekonsiliasi politik pasca putusan MK yang final dan mengikat itu?

Menurut hemat saya bertumpu pada wacana yang bergulir bahwa rekonsiliasi yang diawali dengan pertemuan Jokowi dan Prabowo secara face to face, pada prinsipnya, adalah perlu di satu sisi, dan di sisi lain, justru tidak perlu.

Di satu sisi, rekonsiliasi itu perlu adalah dalam konteks demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kemaslahatan berbangsa dan bernegara. Rekonsiliasi untuk meredam konflik dan polarisasi yamg selama ini terjadi di masyarakat, agar tidak berkepanjangan yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan. Berdamailah sebagai anak bangsa.

Di sisi lain, rekonsiliasi itu justru tidak perlu, ketika muncul rekonsiliasi bersyarat. Rekonsiliasi dimaknai sebagai politik barter dan transaksional. 

Dalam hal ini, misalnya muncul gagasan Dahnil Anzar Simanjuntak, BPN  Prabowo - Sandi, bahwa rekonsiliasi bisa dilakukan dengan syarat Rizieq Shihab dipulangkan dari Arab Saudi ke Tanah Air.

Walhasil, dalam tulisan itu, saya agak ragu rekonsiliasi bakal terlaksana. Ngapain rekonsiliasi kalau ujung-ujungnya kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar digadaikan dengan suatu hal yang remeh temeh, yang nggak jelas dan nggak penting seperti itu yang dapat merugikan proses kehidupan demokrasi dalam berbangsa dan bernegara kita. 

Padahal ada hal lain, kenapa Rizieq Shihab tidak pulang-pulang sampai detik ini. Karena terkait overstay. Sehingga Rizieq Shihab mau nggak mau, harus lebih dulu membayar denda overstay itu. Lebih jelas, silakan baca di tulisan saya sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun