Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Analisis

17 April 2019, Hoaks, dan Delegitimasi Pemilu

17 April 2019   05:55 Diperbarui: 21 April 2019   19:37 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini, 17 April 2019, pesta demokrasi itu digelar. Tampak antusiasme warga bangsa menyambut pesta ini. Mereka berbondong-bondong menuju tps-tps. Menunaikan haknya untuk memilih capres dan cawapres, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Soal pilpres, berbagai lembaga survei hampir semuanya menyatakan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin unggul dibanding Prabowo-Sandi. Isyarat kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin sudah di pelupuk mata. Hasil survei itu akan dibuktikan hari ini, paling tidak, sesuai (tidak jauh berbeda) dan berbanding lurus dengan hasil suara hitung cepat (quick count).

Hasil survei dan hitung cepat tentu bukan legalitas. Hanya KPU yang punya otoritas secara hukum terhadap hasil akhir pemilu. Hari ini, siapa pun nanti pemenangnya, keputusan KPU adalah legitimasi pemilu. Tapi jangan lupa, hasil survei dan hitung cepat (hemat saya) bisa 85 - 99 % akuratnya dengan hasil hitung KPU.

Menjelang hari ini, hari-hari kemarin disesaki banyak peristiwa yang memicu kian memanasnya atmosfir politik. Dari kasus Ratna Sarumpaet sampai yang terbaru kasus sudah tercoblosnya surat suara di negeri jiran, Malaysia.

Dari banyak peristiwa yang terjadi menjelang hari H pemilu 2019, bisa dirangkum kepada dua hal yang sangat mengganggu kontestasi pemilu, terutama pilpres kali ini. 

Dua hal itu adalah menebar hoaks dan medelegitimasi pemilu 2019 ini, yang sudah-sudah dan akan terus dilakukan kubu 02.  Pesta pora hoaks dan delegitimasi pemilu, dua hal yang saling berkelindan dalam kontestasi pemilu kali ini.

Tampaknya dua hal ini sengaja dilakukan (entah oleh siapa) secara sistemik dan terorganisasi secara rapi. Menduga kuat ini dilakukan kubu 02, sebagai oposisi, tentu saja.

Keberadaan KPU dan aparat Polri/TNI diserang bertubi-tubi dengan pernyataan tidak netral dan melakukan kecurangan. Menuduh bahwa KPU adalah perpanjangan tangan dan atau lebih pro pemerintah.

Meragukan kertas karton (kardus) sebagai kotak suara, viralnya hoaks 7 kontainer surat suara telah tercoblos, ancaman Amien Rais mengerahkan massa (people power) ke kantor KPU, hoaks server dan situs KPU diretas oleh orang dari luar negeri, maraknya politisasi agama, dan paling mutakhir, hebohnya kasus telah tercoblos ratusan surat suara di Selangor Malaysia. Itu semua kerjaan orang-orang dari kubu 02 selama ini.

Indikasi tebaran hoaks dan delegitimasi pemilu 2019 dari kubu 02 ini tampaknya akan terus berlanjut. Terutama hari ini menjelang sore ketika sudah diketahui hasil hitung cepat (quick count) dari beberapa lembaga survei yang sudah resmi terdaftar di KPU, ketika pasangan 01 yang memenangkan kontestasi pilpres 2019 ini. Kubu 02 tampaknya berpotensi menolak kekalahan hasil hitung suara versi quick count ini.

Sampai saat KPU telah memutuskan pemenang pilpres ini, kubu yang kalah kemungkinan besar akan terus menuduh kubu yang menang telah melakukan kecurangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun