Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dan Tuhan Pun 'Sakit'

12 Februari 2019   17:13 Diperbarui: 15 Februari 2019   19:39 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa bulan ke depan, pesta itu baru akan digelar. Pesta demokrasi, pemilihan umum (Pemilu) serentak 2019, persisnya.

Sejatinya pesta ini disambut dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. Pesta ini diadakan 5 tahun sekali. Pesta yang akan memilih dan menentukan wakil-wakil rakyat terhormat yang akan duduk sebagai anggota-anggota MPR/DPR dan presiden dan wakil presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan.

Mereka adalah representasi dari seluruh rakyat Indonesia. Mengemban amanat, pengabdian, dan pelayanan kepada negara dan bangsa selama 5 tahun.

Alih-alih disambut gembira, jelang pesta digelar, justru nuansa panas dan gaduh luar biasa sudah mulai tampak dan terasa.

Pesta ini semestinya kompetesi sehat, beradu gagasan dan program untuk kebaikan dan kemajuan negeri ini. Berakal sehat yang otentik. Bukan sekadar menjajakan akal sehat palsu. Berputar-putar berkeliling memanipulasi akal sehat. Seperti yang dilakukan Rocky Gerung hari-hari ini, jelang pilpres 2019.

Tapi suasananya sekarang malah seperti pertarungan jahat yang tiada henti. Kampanye hitam dimunculkan. Perisakan, ujaran kebencian dan berita hoaks berseliweran. Memfitnah, memecah belah dan permusuhan, khususnya antar dua kubu; petahana dan oposisi terus dilancarkan.

Rakyat biasa di warung kopi, di tempat kerja, di media sosial apalagi, berisik dan bertikai, ikut dan terbawa arus permainan dan ulah para elit politik negeri ini.

Seakan hidup sekadar soal politik. Soal-soal lain adalah remeh-temeh. Tidak menarik, tidak peduli, dan tidak penting. Di mana-mana orang ngomongin politik melulu. Kayaknya tidak ada tema lain saja, selain politik.

Lantas, kenapa bangsa ini jadi seperti begini? Cepat marah. Sedikit-sedikit tersinggung. Saling mengancam. Melakukan perisakan dan persekusi. Seperti sudah tercerabut rasa kemanusiaannya, kasih sayangnya, persaudaraannya sebangsa dan setanah air. Sisi-sisi kemanusiaan tidak lagi dihiraukan. Akhlak dan etika diabaikan. Bangsa ini jadi aneh.

Sudah sakitkah bangsa ini, bangsa yang terkenal beradab dan ramah ini? Bukankah bangsa ini populer dengan bangsa yang toleran dan saling menghormati? Bukankah bangsa ini, bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan?

Kita bisa ikut-ikutan "sakit". Bahkan Tuhan pun "sakit" dalam konteks menyaksikan ini. Konteks bangsa yang yang krisis kemanusiaan. Bangsa yang sudah mengabaikan akhlak dan etika berbangsa dan bernegara. Ambisi kekuasaan dipertuhankan.

Kabar duka, Tuhan pun "sakit", adalah kabar valid dan sahih dari Muslim. Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim. Pesan Tuhan ini bisa dijadikan semacam kritik dan respons atas kondisi kehidupan bangsa seperti ini.

Dalam sebuah hadis qudsi dikabarkan. Hadis yang subtansi dan maknanya langsung dari Tuhan. Tapi teks dan redaksinya dari Nabi Muhammad saw.

Ini kabar valid itu. Hadis ini sahih. Riwayat Muslim. Narasinya memang agak panjang. Ini hanya sebagian saja.

Tuhan berfirman, "Wahai anak Adam (manusia)! Aku (Tuhan) ini "sakit", mengapa kamu tidak "menjenguk"-Ku?" Ia (anak Adam), kemudian berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku menjenguk-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?" Tuhan berfirman: "Kamu tahu, bahwa seorang hamba-Ku sakit di dunia, akan tetapi kamu tidak menjenguknya, seandainya kamu menjenguknya sungguh kamu akan "menemukan" Aku di sisinya. ..." (Hadis riwayat Muslim).

Pesan hadis ini, poinnya adalah pesan kemanusiaan. Soal akhlak dan etika. Bagaiamana dalam kehidupan sosial kita, kita seharusnya bersikap. Termasuk dalam kehidupan berbangsa kita, tentu saja.

Dalam redaksi hadis itu, tidak perlu dipahami secara tekstual (harfiah) bahwa Tuhan minta ditengok, bahkan minta diberi makan dan minum. Makanya, dalam hadis itu, kelanjutanya, bahwa Tuhan pun lapar. Tuhan pun haus.

Biar tidak salah paham, bahwa makna kata "sakit" dan "dijenguk" dalam redaksi hadis ini, adalah bukan makna harfiah. Jangan diartikan secara harfiah. Bukan dalam arti Tuhan sebagai personal. Tapi lebih kepada subtansinya.

Kata "sakit" dan "dijenguk" dalam hadis itu lebih bermakna konotasi bukan denotasi. Lebih ke makna bukan yang sebenarnya dan bersifat kiasan. Artinya, bukan Tuhan yang sakit dan minta dijenguk. Bukan! Sekali lagi, tolong, jangan salah paham. Maaf, biar clear. Biar jelas apa yang dimaksud dari hadis qudsi itu.

Maksudnya, sekali lagi, adalah pesan tersirat dan subtansinya. Pesan kepada kita untuk selalu peduli dan empati kepada saudara-saudara kita yang sedang menderita sakit dan kekurangan secara ekonomi. Tuhan selalu bersama mereka itu. Pesannya lebih kepada semangat humanisme. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Jangan sampai soal remeh-temeh dalam kehidupan kita, dalam berpolitik kita, berbangsa dan bernegara, kita abaikan sisi-sisi kemanusiaan kita.

Karena berbeda pilihan politik kita, misalnya. Atau gegara ambisi dan nafsu berkuasa, kita tidak menghiraukan lagi dan tidak menganggap penting soal akhlak dan etika.

Apalagi Tuhan dibela-bela segala. Dibawa-bawa menjadi komoditas politik murahan. Vested interest, kepentingan politik sesaat dan jangka pendek. Tidak perlu itu.

Tuhan tidak perlu dibela. Tuhan tidak perlu dikasihani. Karena Tuhan Maha Kuasa. Tuhan tidak membutuhkan apa-apa sama sekali dari makhluknya, termasuk manusia. Tetapi, yang benar adalah manusia yang membutuhkan Tuhan.

Tidak elok dan tidak benar, Tuhan dipolitisasi. Agama dipolitisasi. Menghalalkan segala cara. Mencatut nama Tuhan untuk tindakan kekerasan dan kejahatan. Agama menjadi tumbal dan modal untuk memuluskan ambisi berkuasa dan kepentingan politik. Islam tidak mengajarkan seperti itu.

Islam mengajarkan kasih sayang. Peduli sesama. Toleransi dan anti diskriminasi. Islam rahmatan lil 'alamin. Rahmat bagi semesta alam.

Di tahun politik ini. Terutama, pilpres 2019. Semoga, kita kembali ke kemanusiaa kita yang otentik. Kesadaran akan kebersamaan dan persaudaraan kemanusiaan. Demi kedamaian sejati. Meniti kehidupan berbangsa yang beradab dan bermartabat. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun