Mohon tunggu...
MUIS T
MUIS T Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mengenyam pendidikan dari berbagai lingkungan berbeda dari SD negeri, SMP dan SMA Swasta hingga perguruan tinggi multi-etnis. Lama bekerja sebagai analis, disainer, konsultan dalam bidang teknologi (surveillance, IT). Tertarik atas fenomena kehidupan sehari-hari (sosial, budaya, ekonomi, politik dll)

Selanjutnya

Tutup

Money

Hari Buruh dan Kebijakan Sistem Upah Nasional

2 Mei 2014   05:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:57 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13989577391313881289

Beberapa tahun terakhir, kita sepertinya tidak bisa menghindari ritual demonstrasi yang menggerakkan ribuan buruh turun ke jalan khususnya menjelang penetapan besaran upah minimum regional, baik Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Caranya hampir selalu sama, ribuan buruh atas kemauan sendiri atau dijemput, turun ke jalan untuk menuntut kenaikan upah minimum. Tulisan ini bertujuan mengkritisi proses dan sistem penetapan upah nasional secara sederhana sekaligus mengedepankan tanggung jawab dari berbagai pihak.


Jerat hukum yang direncanakan


Pertama-tama, yang perlu disoroti adalah konsekuensi sistem penetapan upah minimum. Sekali keputusan UMP/UMK ditetapkan maka harus ditaati.  Peraturan yang ada lebih fokus pada kewajiban pelaku usaha dan ancaman pidana, tidak ada insentif bagi pelaku usaha terkait upah.  Kondisi saat ini, pemberi kerja yang sudah menjalankan usahanya sesuai aturan dan memberi lapangan kerja dihadapkan resiko pidana karena UMP/UMK yang naik di luar kendali atau lingkup tanggung-jawabnya.

Dalam hal ini, pemberi kerja dapat dipidanakan bukan karena perbuatan pidananya tetapi kondisi yang berubah akibat berbagai faktor di luar dirinya. Peraturan yang terkait dengan upah menjadi jerat hukum buat pelaku usaha karena peraturan yang berubah-ubah (baca: besaran upah minimum naik setiap tahun). Pemerintah merencanakan penetapan upah minimum (UMP/UMK) setiap tahun tanpa ada target tingkat produktivitas dan insentif untuk pelaku usaha. Ini sama saja dengan tindakan membuat jerat baru setiap tahun untuk pelaku usaha.  Ini harus dikoreksi oleh pemerintah.

Makna upah minimum dan konsekuensi peraturannya


Apakah peraturan tentang upah minimum membawa makna dan konsekuensi yang disepakati masyarakat luas termasuk pelaku usaha, yaitu sebagai batasan terendah yang tidak dapat ditawar-tawar dengan konsekuensi hukum? Dalam peraturannya (yang terbaru: Peraturan Menteri no 7 tahun 2013), definisi upah minimum adalah upah terkecil yang dibayar secara tetap, tidak termasuk tunjangan tidak tetap seperti tunjangan transpor dan tunjangan makan yang dibayar sesuai kehadiran.

Rupanya yang sering disuarakan dan diputuskan ternyata penetapan upah minimum berdasarkan berbagai komponen, yang makin banyak, dan menjadi sumber konflik/ tarik-ulur setiap tahun. Kiranya definisi tentang upah minimum perlu dirumuskan ulang dan dipahami bersama serta diterapkan dengan konsisten. Ini bukan urusan hukum saja tapi suatu kebijakan yang mempengaruhi kehidupan rakyat banyak yang harus dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia.

Perkembangan terakhir, hal yang setiap tahun diributkan, tuntutan tentang upah minimum lebih menunjukkan tuntutan kesejahteraan tanpa kriteria tanggung jawab atau produktivitas yang jelas. Tuntutan ini sering disuarakan sebagai upaya untuk meningkatkan daya beli atau mengimbangi biaya hidup yang semakin meningkat.

Beberapa orang menyampaikan tuntutan tersebut dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi, namun dalam penetapan upah minimum tidak ada kriteria produktivitas yang jelas mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional/ daerah. Seharusnya ada standar yang dapat dijadikan pegangan bersama untuk kepentingan ekonomi nasional yaitu suatu angka yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, berkorelasi dengan tingkat produktivitas yang dihargai sebagai upah standar produktif.

Siapa yang bertanggungjawab atas kenaikan biaya hidup?


Kenaikan biaya hidup adalah suatu fakta yang perlu dikaji apa penyebabnya dan siapa yang harus bertanggungjawab. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan pemerintah khususnya tentang energi seperti bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, atau transportasi merupakan faktor dominan. Pemerintah sendiri menyadari hal ini dengan menyediakan dana sangat besar dalam APBN yang disebut “subsidi energi”. Kenaikan BBM terakhir ditenggarai telah meningkatkan biaya hidup secara signifikan sehingga serikat pekerja menuntut kenaikan upah minimum yang signifikan juga.

Apakah semua beban kenaikan ini harus ditanggung oleh pemberi kerja dengan peraturan UMP/UMK? Ada batasan yang merupakan bagian tanggung-jawab pemberi kerja, namun tidak untuk hal yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang membuat biaya hidup meroket. Bahkan ada tanggungjawab pemerintah, melalui kebijakan yang tepat, untuk mengatur pelaku bisnis agar tidak menambah beban hidup dengan kenaikan harga produk atau jasa yang berlebihan. Pemerintah tidak dapat lepas tangan dengan mengatakan bahwa itu mekanisme pasar.

Pemerintah dapat mengurangi beban hidup dengan subsidi yang tepat sasaran seperti subsidi transportasi pekerja dan subsidi transportasi barang kebutuhan rakyat banyak dengan dukungan infrastruktur dan pelayanan publik yang baik. Setelah itu pemerintah bisa membuat kebijakan kenaikan BBM tanpa membuat kenaikan biaya hidup yang signifikan. Juga perlu ada insentif kepada perusahaan yang mendukung ketersediaan komponen hidup layak dengan harga semurah mungkin. Ini lebih berarti daripada penetapan UMK/UMP yang naik signifikan! Isu-isu UMK/UMP dan kenaikan gaji PNS seringkali dijadikan agenda politik kepentingan sesaat bukan demi kemajuan bangsa dan negara.

Kebijakan sistem upah nasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun