Mohon tunggu...
Muhtolib
Muhtolib Mohon Tunggu... Freelancer - Seneng ngopi sambil bermacapat

Berbagi yukk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu yang Menggerakan, Demi Demokrasi yang Berkualitas

1 April 2023   11:39 Diperbarui: 1 April 2023   11:56 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kurang dari setahun, pemilu 2024 akan digelar. Setiap penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) menyiapkan target dan strategi dalam upaya keberhasilan pelaksanaan pemilu 2024. Salah satu indikator keberhasilan pemilu adalah tingginya partisipasi pemilih. Meningkatnya partisipasi pemilih juga menjadi ukuran kepercayaan publik terhadap negara, terutama lembaga pemilihan umum .

Bila berkaca pada tahun 2019, angka partisipasi masyarakat pada pemilu mengalami peningkatan signifikan, bahkan melampaui target nasional yang ditetapkan KPU saat itu sebesar 77,5 %. Dilansir dari kompas.com (27/05/2019), partisipasi pemilih di pemilu 2024 meningkat menjadi 81 %.  Angka ini tentu menunjukan keberhasilan para penyelenggara pemilu dan masih kuatnya kepercayaan publik bahwa mekanisme demokrasi inilah yang diyakini akan mampu memilih pemimpin terbaik di negeri ini.

Bagaimana dengan pemilu 2024? Survei Populi Center tanggal 13 Februari 2023 menyatakan bahwa KPU menduduki peringkat ke -- 3 sebagai 5 (lima) lembaga negara dengan tingkat kepercayaan publik paling tinggi dengan nilai 67,0%. Dari survei kepercayaan publik tentu tidak timbul keraguan bagi KPU untuk menetapkan target 81% partisipasi pada pemilu 2024.

Pencapaian target partisipasi pemilih pada pemilu 2024 tentu memiliki tantangan yang beragam dan kompleks. Permasalahan tersebut seperti; sosialisasi pemilu yang harus terus ditingkatkan, kondisi geografis, ancaman golput, hingga bagaimana strategi KPU merangkul pemilih milenial. Konteks tulisan ini lebih menekankan pada strategi KPU dalam merangkul pemilih milenial untuk menggunakan hak suaranya pada pemilu 2024.

Dikutip dari liputan6.com (26/09/2022), data dari Lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyebutkan pemilu 2024 akan didominasi kaum milenial, angkanya mencapai 60%. Para pemilih dari kaum milenial ini adalah mereka yang memiliki usia 17 -- 39 tahun atau mereka yang lahir pada tahun 1981 hingga 2007.

Pemilih generasi milenial ini tentu memiliki karakteristik berbeda terhadap pandangan politiknya dibanding generasi di atasnya, Gen X dan Baby boomers. Pemilih milenial memiliki karakteristik yang khas yaitu digital native. Mereka tumbuh dan berkembang di dunia digital. Memiliki keingintahuan yang tinggi, rasa percaya diri, dan selalu mempertanyakan otoritas atau kekuasaaan dengan segala kewenangannya, bila generasi tersebut melihat keburukan atau ketidaksesuaian informasi, hak, kewajiban atau lainnya yang mereka terima berbeda dengan sebenarnya.

Dalam konteks pemilu, pemilih milenial mengerti tentang berbagai isu politik bangsa. Melalui jejaring media sosial, mereka mengakses informasi begitu luas dari berbagai sudat pandang. Kondisi ini juga menjadi dasar dalam penyikapan mereka terhadap isu-isu politik. Narasi-narasi dalam media sosial maupun referensi digital tentu bisa kontraprodutif dengan partisipasi pada pemilu. Banyak berita hoaks, ujaran kebencian, isu SARA, maupun konten-konten provokatif untuk melakukan golput dalam pemilu 2024. Inilah tantangannya.

Bila kondisi tidak diantisipasi dengan baik, target partisipasi pemilu 2024 menjadi berat. Kepercayaan pada lembaga pemilu berkurang dan muaranya kepercayaan publik akan berkurang pada pemerintah.

Berita ataupun informasi dari media sosial begitu cepat. Hanya dengan mendetikan jari, kam milenial tidak jarang langsung membagikan pada teman maupun komunitasnya. Mereka tidak mengverifikasi maupun mengkonfirmasi terlebih dahulu kebenaran informasi tersebut. Berita atau informasi diterima dengan mentah-mentah, tidak dicerna, tapi langsung dibagikan dengan lain. Kondisi inilah yang sangat mengkhawatirkan. Terlebih bila informasi tersebut jadi pijakan atas tindakannya.

Dalam konteks permasalahan di atas tentu harus kita antisipasi terkait permasalahan golput. Kondisi pemilih untuk tidak ikut menyuarakan dalam pemilu. Bila isu golput massif, bukan tidak mungkin, capaian target partisipasi dalam pemilu 2024 akan susah terwujud. Permasalahan ini tentu harus segera diwaspadai dan perlu tindakan antisipatif agar dampak tersebut tidak merugikan penyelenggaraan pemilu.

KPU tentunya menyiapkan strategi khusus bagi kaum milenial dalam upaya meningkatkan partisipasi pemilih, sehingga ancaman golput bisa ditekan. Hal ini tentu harus dilakukan pada semua tingkatan. Mulai dari KPU pusat, provinsi, kabupaten, hingga panitia Adhoc, termasuk pantarlih, KPPS, maupun para relawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun