Mohon tunggu...
Muhsin Nuralim
Muhsin Nuralim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student at UIN Sunan Kalijaga in Religious Studies | English Tutor | Bibliophile

Menulis untuk belajar memahami perspektif lain dan menghargai keberagaman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Studi Agama-Agama, Benarkah Belajar Bikin Agama?

16 Maret 2021   12:41 Diperbarui: 16 Maret 2021   12:54 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Knowledge comes from hard work by Gabriel Fiuza sumber: flickr.com

Satu hal yang saya ingat pesan dari Prof. Syafa ketika menyimak tasawuf adalah untuk memandang fenomena dari kacamata yang 'pas'. Misalnya "Pandanglah masalah tasawuf dari kacamata tasawuf itu sendiri, jika permasalah tasawuf dilihat dari aspek fikih, jelas tidak akan ketemu."

Kami saat itu sedang mendiskusikan tokoh sufi Rabiah Adawiyah dengan konsep tasawuf mahabbah-nya. Konsep cinta yang dikenalkan Rabiah dalam bertasawuf menjadikan dirinya enggan untuk menikah karena sudah tidak ada tempat bagi cinta yang lain [pasangan]. Maka, jika kita memandang fenomena tidakmenikahnya Rabiah dari sudut pandang fikih jelas itu menyalahi sunnah.

Tasawuf hanyalah salah satu mata kuliahnya. Lalu, sebetulnya "Studi Agama-Agama itu untuk siapa, sih?"

Bagi saya pribadi, Studi Agama-Agama adalah multidisplin ilmu. Meski bahasan sentralnya agama, tapi kita juga belajar dari pintu (pendekatan) tertentu, seperti: sosiologi, antropologi, sejarah, teologi, psikologi, literatur, filsafat, dan bahkan sains. Banyak deh...

Jadi bagi kalian yang tertarik pada banyak bidang ilmu, pluralisme, budaya dan isu perdamaian, studi agama-agama patut dipertimbangkan.

Kemana nanti setelah lulus dari Studi Agama-Agama?

Sebetulnya banyak sekali jika kita mau menelusuri lebih jauh untuk jenjang karir. Bisa di ranah regional, nasional, bahkan internasional. Dan jangan terlalu dirisaukan nanti akan jadi apa, yang jelas gak akan jadi Nabi yaa...

Dilansir dari profil data alumni di Universitas saya, rata-rata (2019) sebesar 87% mereka masih berkecimpung dalam dunia akademik sebagai dosen, guru, peneliti. Tapi ada juga yang bekerja di kedutaan luar negeri, wirausaha, penulis, pendakwah. Studi agama memang tidak sepopuler ilmu eksakta seperti teknik, IT, atau kedokteran. Tapi jika ingin belajar lebih jauh, studi agama menawarkan bidang-bidang yang luas. Keagamaan sudah pasti, resolusi konflik, cultural studies, dan masih banyak lainnya.

Tapi saya sendiri atau mungkin kita tidak mampu menjamin akan menjadi apa suatu hari, bukan? Karena itu masih misteri. Sejatinya belajar tidak ada kata final. Apalagi dalam era yang serba berubah-cepat. Tapi dengan mempelajari agama-agama adalah cara yang saya anggap sangat relevan untuk mengkampanyekan nilai-nilai kedamaian dan keselarasan. Untuk menghargai perbedaan dengan sikap yang sepatutnya.

So, saya tidak akan mebuat agama baru, kok. Justru saya belajar untuk menghargai apa yang telah ada dan mulai mebangun koneksi dengan yang berbeda. Sejatinya 'Studi Agama-Agama' ini bukanlah ilmu teoritik, tapi harusnya bersifat praktik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun