Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Adalah Wabah yang Lebih Berbahaya dari Corona

7 Oktober 2021   00:53 Diperbarui: 7 Oktober 2021   01:26 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bertanya Tabu, Membangkang Dosa, Kreatif Memalukan, Diam Emas, Penurut Membanggakan Itulah Sekolah" (Afdillah Chudiel)

Hari ini Dunia sedang dilanda pagebluk maha dahsyat, kepanikan dimana-mana, manusia sampai bingung menggantung nasibnya. Wabah corona yang entah kapan berakhirnya ini telah berhasil menciptakan refleksi multi-nasional secara serentak, baik refleksi terkait ekonomi, politik, sains bahkan pendidikan. 

Wabah sebagai bencana jika ditimang fenomenanya, maka kita akan sepakat dengan yang dikatakan Jared Diamond dalam Guns, Germs and Steel bahwa wabah adalah gebrakan besar peradaban. Sekolah bila kita telaah substansinya secara sosio-pedagogis ternyata ia (sekolah) juga merupakan wabah, yang bahkan jika diamati ternyata sekolah adalah wabah terbesar dalam sejarah.

"Bencana Terbesar adalah Ketidaksadaran akan terjadinya suatu bencana" (Umar Bin Khattab)

Mengapa sekolah sebagai suatu institusi pendidikan yang dianggap sebagai penyelamat peradaban justru menjadi wabah terbesar dalam sejarah? Bahkan tak sedikit yang mengatakan bahwa sekolah adalah harapan akan masa depan suatu bangsa. Jika memang sekolah itu adalah messiah (penyelamat) suatu bangsa, mengapa justru Ivan Illich mengatakan bahwa sekolah telah menjadi belenggu masyarakat sehingga masyarakat harus dibebaskan dari sekolah.

Omong Kosong "Sekolah Membangun Pikiran Bangsa"

 "Sebuah Kualitas yang aneh dalam Pendidikan adalah bahwa , sementara kebanyakan orang mengalaminya secara pribadi, hanya segelintir yang mempelajarinya dengan serius" (Theodore R.Sizer - Dekan Fakultas Pendidikan Harvard)

Pernyataan bahwa sekolah itu adalah sarana membangun pikiran bangsa selalu dimulai dengan asumsi "Jika manusia di sekolahkan, pasti ia akan mendapat pengetahuan, yang nantinya akan menjadi suatu landasan kemajuan bangsa", asumsi ini sangat rancu, karena terlihat sekali pengambilan kesimpulan general dari pengamatan tunggal dalam asumsi tersebut.

Pasalnya asumsi tersebut tak melihat bahwa hanya segelintir manusia saja yang mendapat pengetahuan dari sekolah, sehingga asumsi tersebut seolah-olah menyebutkan bahwa semua manusia harusnya mendapat pengetahuan dari sekolahan, padahal tak demikian. Seolah-olah dikatakan bahwa suatu bangsa hanya memiliki satu kesadaran dan tak ada kesadaran lainnya.

Kejanggalan dalam sekolah sangat cocok dengan apa yang dikatakan Pak Sizer di atas, bahwa menjadi kualitas yang aneh jika dalam suatu pendidikan hanya sedikit manusia yang mendapat pemahaman, sementara lainnya hanya mendapat pengalaman. Bukankah problem ini amatlah pelik, seorang pengajar hanya melakukan pengajaran tanpa memastikan yang diajar mendapat pemahaman akan apa yang disampaikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun