Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Demonstrasi Anarkis dan Pemerintah Apatis: Refleksi Kegabutan Orang Hedonis

9 Oktober 2020   14:10 Diperbarui: 10 Oktober 2020   11:39 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Omnibus masih menjadi topik yang hangat dan lezat untuk dibahas,  apalagi hari ini, setelah puluhan demonstrasi di seluruh penjuru negri, omnibus belum pergi dan DPR masih tak berani menampakkan diri. Saya disini tak akan membahas perihal omnibus, tapi saya akan menjuru kepada salah satu akibat daripadanya, yakni demonstrasi. 

Pro-kontra memang ada dimana-mana, tak dapat dihindari, karena itulah dunia ini, dimanapun kita berada dan sebaik apapun sifat kita, pasti ada saja yang tak suka, itulah yang disebut fitrah instingtifistik manusia oleh Konrad Lorenz. Begitupula masalah demonstrasi, ada yang menganggap ia tak berguna karena bukan jalur konstitusional, ada pula yang menganggap ia berguna sebagai simbolisasi demokrasi juga memantik empati orang konstitusi. 

 Disinilah saya merasa pentingnya penerapan paradigma (teori) etika kedalam ruangan apapun, orang yang pro dengan demonstrasi, menurut logika etika ala mereka, itu adalah suatu perjuangan melawan ketidakadilan. Orang yang kontra dengan demonstrasi, mengatakan bahwa itu juga salah para buruh, mahasiswa dan seluruh masyarakat, mengapa memilih DPR seperti mereka. Kedua pikiran logis-etis tersebut memiliki dalil masing-masing, disinilah peran nalar dimainkan. 

 Coba saja difikir menggunakan paradigma pertama yakni pada orang yang Pro, dampak positifnya adalah membangunkan empati orang konstitusi, dampak negatifnya terjadi anarki bagi yang ikut-ikutan tapi tak mengerti. Disini saya kurang sepakat dengan hipotesis (narasi) yang mengatakan bahwa orang demi tak harus ngerti, kata mereka mengerti itu adalah tugas intelektual dan akademisi, berarti hipotesis tersebut memisahkan demonstrasi dengan paradigma akademis, seperti ketika seorang kuli bangunan mengobati pasien kanker yang sedang kesakitan. 

 Lalu sekarang kita pakai paradigma kedua, yakni kontra demonstrasi, argumen mereka juga mengatakan bahwa ini ternyata salah kita, mengapa dulu kita memilih orang yang salah. Yah itu juga sama halnya ketika kita gak suka orang tua, lalu kita menyalahkan Tuhan yang menciptakan kita lewat mereka, kata mereka juga, demo tak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah kerusakan dan semacamnya. Karena hanya yudicial review yang dapat membatalkannya, bukan demonstrasi besar-besaran, hal ini juga salah, karena demonstrasi berguna sebagai dorongan psikologi untuk empati orang-orang konstitusi. 

 Saya korelasikan (gabungkan) saja kedua hipotesa tersebut, maka akan jadi, tak apa-apa demonstrasi tapi harus menggunakan nalar akademisi, sebagai pemanfaatan demokrasi sekaligus mengingatkan pemerintah sekali lagi untuk berhati-hati dan berempati, dalam pembuatan undang-undang dan kebijakan, agar hal seperti ini tak lagi terjadi. 

 Kemarin saya ikut demonstrasi di Malang, menemukan anarkisme yang benar-benar besar dan keterlaluan, ini contohnya :

Sumber : Regional Kompas
Sumber : Regional Kompas
 Lalu mengapa didalam demonstrasi masih ada saja yang anarki? Kalau kata Fromm sih itu sudah menjadi hasrat manusia untuk mengeluarkan respon apapun terhadap sekitarnya, dapat dipicu oleh faktor ekonomis, politis, birokrasi maupun pengalaman empiris. Nahh ini yang saya singgung pada artikel saya kali ini, yakni hubungan demokrasi anarkis dengan kegabutan hedonis yang disebabkan pemerintah apatis. 

 Apa itu hedonisme? 

 Hedonisme adalah suatu gaya hidup yang mengutamakan kesenangan individual daripada kepentingan universal seperti moral dan intelektual, contohnya :

  1. Dugem setiap hari tanpa mementingkan apa-apa lagi. 
  2. Mabuk-mabukan dan bermain bersama teman setiap hari. 
  3. Bermain mobile lejen atau game online lainnya sampai lupa waktu dan tujuan

Dan masih banyak lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun