Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Kritis Melawan Orang Tua Egosentris: Problematika Kausal dalam Dinamika Kekeluargaan

28 September 2020   15:51 Diperbarui: 28 September 2020   16:03 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Ilustrasi pribadi

Kalau anak tersebut menolak, tentunya ia juga menyalahi fungsi fundamentalnya untuk mendengarkan nasihat orang tuannya, karena nasihat perihal kedisiplinan adalah suatu cabang moralitas baik manusia. 

  Kalau orang tua memaksakan anaknya dalam memilih pasangan hidupnya, orang tua menyalahi fungsi fundamental tadi

 Karena memaksakan dalam hubungan/pasangan tak dapat disebut mengasihi, justru malah menyiksa dan menciptakan kepedihan bagi anaknya. Mengapa demikian? 

Karena memilih pasangan hidup adalah insting dari setiap manusia, yang mana Tuhan-lah yang menciptakannya, kalau orang tua bilang "Ridho Allah tergantung pada ridho orang tua", tapi ingat, Tuhan juga takkan membiarkan salah satu hambannya tersiksa gara-gara orang tuannya, sampai sini paham?. 

 Memasuki topik utama, yakni Orang tua yang egosentris melawan Anak yang kritis, disini saya ingin menjelaskan singkat apa yang saya maksud Egosentris dan Kritis tersebut. Jean piaget, seorang psikolog asal swiss, dalam teorinya yakni teori piaget, mengemukakan apa yang disebut egosentrisme, yakni suatu sikap keras kepala pada seseorang, dimana orang terdebut tak menerima suatu persepsi lain darinya. 

Sedangkan yang saya maksud sebagai Orang tua egosentris, adalah orang tua yang menolak nasihat-nasihat atau persepsi orang di sekitarnya, terutama anaknya. 

Nahh, anak kritis yang saya maksud disini, adalah anak yang mahir dan semangat untuk mewujudkan cita-cita baik moral maupun intelektualnya. Namun, akibat dari orang tua yang egosentris tadi, anak yang kritis jadi terhadang oleh tembok dogmatis (paksaan) dari orang tuannya, inilah yang saya sebut perlawanan, karena anak tak boleh kehilangan impiannya apalagi dipaksa orang tuannya. 

 Anak yang nakal atau bandel, baik merokok, mabuk-mabukan dan kebiasaan hedon lainnya, adalah representasi kausalitas (sebab-akibat) dari orang tua yang egosentris, karena jiwa anak akan menerima stimulus (rangsangan) negatif, ketika orang tua memaksa, memarahi dan lain-lain kepadannya. 

Disinilah terjadi fenomena tautologis, mengapa banyak anak yang durhaka kepada orang tuannya, perlu diingat, bahwa saya tak sepenuhnya menyakahkan orang tua, karena sekolah dan teman bermain juga berpengaruh. Tapi pastilah keluarga yang berperan paling utama dalam konsepsi metodologis-pedagogis (pedidikan) anak-anaknya. 

Fenomena ini juga menyebabkan kerenggangan antara anak dengan orang tuannya, sehingga keretakan pada keluarga mulai nampak di mata. Nahh, kalau sudah saya kritisi, masak ya tidak saya beri solusi hehe? Tentunya akan saya berikan solusi yang Insyaallah moralis dan akademis. 

 Solusinya mudah, cukup Orang tua hilangkan egosentrisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun