Mohon tunggu...
Muhammad Nasruddin
Muhammad Nasruddin Mohon Tunggu... Lainnya - I am Indonesian

Menulis bukan jalan hidupku, namun karena setiap huruf akan menjadi saksi meski raga telah mati, maka saya menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Internalisasi Pancasila sebagai Nilai Tradisi Bangsa

28 Februari 2020   23:32 Diperbarui: 28 Februari 2020   23:36 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia merupakan negara yang kaya raya. Wilayahnya yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote adalah anugerah terindah dari Sang Pencipta. Bagaimana tidak, setiap jengkal dari wilayahnya memiliki potensi-potensi yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Sumber daya alam yang melimpah dengan panorama alam yang indah menjadi penopang perekonomian bangsa. Indonesia adalah sebuah negeri yang dihuni oleh masyarakat multikultural.

Dikutip dari situs BPS, berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, ada 1331 suku di Indonesia.  Beragamnya suku, bahasa, agama, serta adat-istiadat di Indonesia membuat negara kita terkenal kaya akan kebudayaannya.  Namun, Indonesia yang dulu berbeda dengan Indonesia yang sekarang. Dahulu, meski belum memiliki fasilitas yang memadai, sarana prasana yang kurang merata, rakyat Indonesia punya jiwa gotong royong, saling tolong-menolong, dan rasa kekeluargaan yang begitu erat. Saling toleransi dan menghargai terhadap  perbedaan, tidak pandang bulu maupun golongan, suku ataupun latar belakang. Hal yang demikian inilah yang dapat menciptakan keharmonisan dalam hubungan kemasyarakatan.  Berbeda dengan masa sekarang, di mana masyarakat sudah mencicipi manisnya perkembangan zaman.

Pertumbuhan teknologi yang begitu pesat sudah memengaruhi seluruh aspek kehidupan. Ditemukannya berbagai inovasi baru membuat manusia lebih mudah untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan mengakses informasi. Pemerintah selalu berupaya untuk mengikuti mode perkembangan zaman demi mewujudkan tujuan Bangsa Indonesia sendiri yang telah termuat dalam pembukaan UUD 1945, yakni ingin memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.  Namun di sisi lain, adanya teknologi yang begitu canggih, justru bisa melunturkan jati diri bangsa. Kearifan lokal seperti gotong royong, tolong-menolong, saling toleransi dan menghargai sedikit demi sedikit terkikis oleh derasnya arus perkembangan zaman. Teknologi terutama gadget yang telah menjadi teman kita sehari-hari dapat menyebabkan seseorang lebih bersifat individual dan anti sosial. Pada masa sekarang ini, muncul fenomena baru yang sempat ramai diperbincangkan di media sosial, yakni phubbing(kependekan dari phone-snubbing). Sebuah sikap acuh seseorang di dalam suatu lingkungan karena lebih fokus pada gadget daripada membangun sebuah percakapan.

Tidak berlebihan jika ada orang yang berasumsi bahwa gadget itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Secara tidak langsung, tindakan  tersebut bisa memutuskan hubungan persaudaraan, solidaritas, dan relasi yang telah terjalin. Lebih dikhawatirkan lagi, tindakan tersebut bisa melunturkan rasa persatuan dan kesatuan yang akan mengancam kelestarian Negara Indonesia.

Peran Pancasila sebagai simbol utama pemersatu bangsa sekarang ini perlu dikaji kembali. Lima nilai dasar tersebut memang telah mencapai final yang tidak bisa diubah. Pancasila laksana sebuah "mantra" yang bisa menyatukan beragam suku, bahasa, dan budaya di negeri kita tercinta. Namun, pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya tertanam dalam jiwa masyarakat sehingga pengaktualisasian Pancasila  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belum maksimal. Oleh karena itu, diperlukan sebuah upaya untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila kepada generasi sekarang. Mengingat di masa yang serba modern ini, kebanyakan para pemuda hanya menjadikan Pancasila sebagai bacaan semata dalam upacara bendera tanpa ada pengamalan konkret dalam kehidupan sehari-hari. Usaha penguatan Pancasila dapat dilakukan dengan memelihara tradisi yang telah berkembang dalam masyarakat. Jika berbicara soal tradisi, maka kita akan disuguhkan dengan beraneka ragam kebudayaan di Indonesia. Seperti tradisi sekaten di Surakarta dan Yogyakarta, bubur syura di Jawa Barat, tabuik di Sumatra, dan masih banyak lagi. Lantas, apa hubungan antara tradisi dengan penguatan Pancasila?

Sebenarnya, bukan masalah tradisi apa yang sedang berkembang di Nusantara, namun apa makna yang terkandung di dalamnya. Tradisi tersebut merupakan warisan nenek moyang yang digali dari kepribadian Bangsa Indonesia yang harus tetap kita jaga dan pertahankan.  Jika ditelaah lebih dalam lagi, tradisi merupakan cerminan dari Pancasila. Baik sila pertama, sila kedua, maupun kelima sila tersebut termuat dalam tradisi yang berkembang di masyarakat. Misalnya dalam tradisi sekaten di Surakarta dan Yogyakarta. Sekaten adalah sebuah rangkaian kegiatan tahunan sebagai peringatan dari peristiwa maulid Nabi Muhammad SAW.

Perayaan yang dimulai sejak tanggal 5 sampai tanggal 12 Rabi'ul Awal ini telah mencerminkan pengamalan dari Pancasila sila pertama. Sebuah kegiatan yang berlandaskan keyakinan keagamaan tentu saja memiliki nilai agamis. Di samping itu, rasa kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial juga bisa terbentuk dalam tradisi sekaten ini. Untuk membuat kegiatan sebesar ini pun juga diperlukan musyawarah antar tokoh masyarakat sehingga sempurnalah lima nilai dasar Pancasila yang termuat dalam tradisi sekaten. Secara tidak langsung, ketika kita melestarikan tradisi berarti kita juga melestarikan nilai-nilai Pancasila.

Akhir-akhir ini, tradisi yang berkembang di Indonesia menghadapi berbagai macam tantangan. Tradisi-tradisi yang telah berkembang di masyarakat  mulai terkikis oleh arus globalisasi dan modernisasi. Banyak orang yang beranggapan bahwa mengikuti tradisi itu kuno, ketinggalan zaman, dan tidak modern. Untuk menjawab tantangan tersebut, kita bisa mengutip semboyan dari ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama. Semboyan yang berbunyi "al-muhafadlotu 'ala qadimis shalih wal ahdzu bil jadidi ashlah" dengan arti "mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik" dapat kita jadikan  sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi lama yang baik tetap kita pertahankan dan jika menemui tradisi baru yang lebih baik dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan. Dengan demikian, kita tetap menjaga kebudayaan tanpa menolak adanya perkembangan zaman.

Di samping itu, peran pemerintah juga sangat diperlukan untuk mempertahankan keberadaan tradisi tersebut. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila adalah melalui lembaga pendidikan. Pendidikan merupakan media yang paling efektif untuk mentransferkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. Pendidikan di sini bukan hanya melingkupi penyampaian materi dalam kelas, namun juga pengamalan nyata di luar kelas. Peran pendidik sebagai fasilitator utama dalam menanamkan Pancasila sangat diperlukan. Tujuan dari sebuah pendidikan adalah untuk membentuk karakter manusia yang mulia.

Pepatah mengatakan bahwa pemuda hari ini adalah pemimpin  hari esok. Lalu, jika pemuda sekarang saja karakternya tidak jelas bagaimana ia bisa menjadi seorang pemimpin nantinya. Maka, pendidikan Pancasila memegang peranan yang signifikan dalam mempertahankan eksistensi Bangsa Indonesia.  Pancasila merupakan sebuah "pusaka" yang sangat inheren bagi bangsa ini. Keberadaannya dapat menyatukan berbagai perbedaan di seluruh pelosok negeri.

Maka dari itu, diperlukan kembali penguatan dan penanaman nilai-nilai Pancasila kepada para generasi supaya tercipta karakter yang berdedikasi tinggi untuk memajukan ibu pertiwi. Selain itu, kita harus senantiasa memelihara tradisi dalam negeri karena merawat tradisi merupakan bagian dari mengukuhkan NKRI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun