Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal Azhari
Muhamad Iqbal Azhari Mohon Tunggu... -

Life is Adventure

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keunikan Perkampungan di Lereng Gunung Halimun

20 Februari 2014   02:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KASEPUHAN CIPTAGELAR

Kampung ciptagelar merupakan pusat dari kasepuhan adat Banten Kidul, yang membawahi 586 kampung bagian dari kasepuhan adat ciptagelar, Desa Sirnarasa, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, yang terletak di lereng bukit selatan Gunung Halimun dan Taman Nasional Gunung Halimun. Berdirinya kampung ciptagelar tidak terlepas dari kepercayaan dan tradisi yang melekat pada penduduk tradisional. Masyarakat ciptagelar mulanya berasal dari kampung ciptarasa, yang berada jauh dari kampung ciptagelar saat ini. Perpindahan ini di dahului oleh sebuah mimpi atau wangsit yang diterima oleh Abah Anom yang menyuruh pindah. Kepindahan kampung ciptarasa ke kampung ciptagelar disebabkan oleh perintah dari para leluhur.

Kebudayaan memiliki kesamaan dan akan saling berbuhungan antar satu dengan yang lainnya. Seperti ketujuh unsur kebudayaan, yaitu sistem pendidikan , sistem pemerintahan dan organisasi, teknologi, mata pencaharian hidup, bahasa, sistem religi dan kesenian. Dari ketujuh unsur kebudayaan ini kami mencoba melihat kebudayaan yang muncul dalam masyarakat kampung ciptagelar.

Sistem pendidikan di ciptagelar sama dengan sistem pada umumnya hanya saja unsur adat yang masuk lebih terasa, dari bangku SD murid-murid di kampung ciptagelar sudah dikenalkan dengan kebudayaan leluhur mereka. Di kampung ini hanya terdapat SD dan SMP, namun tidak sedikit dari mereka yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tertinggi yaitu sarjana. Namun minat dari masyarakat akan pendidikan sangatlah kurang, hanya beberapa penduduk yang berpikiran meneruskan pendidikan itu bermanfaat untuk mereka.

Abah Ugi sebagai kepala adat disana memiliki peranan dan pengaruh yang sangat penting dalam masyarakatnya. Kemudian ada pejabat- pejabat yang disebut “rorokan” yang bekerja sebagai kaki tangan abah dalam kepengurusan sistem pemerintahan di kampung ciptagelar. Di kampung ciptagelar tidak memiliki organisasi tertentu, mereka lebih ke gotong-royong dalam melakukan segala halnya. Abah Ugi adalah pemimpin yang menyelaraskan alam dan manusia menjadi harmonis adalah salah satu dari sekian banyak kearifan hidup yang dijalaninya. Gaya kepemimpinan Abah Ugi yang santun, bijak, dan contoh laku yang diterapkannya membuat ia menjadi panutan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Perangkat lain yang menopang berjalannya roda pemerintahan kampung adat ciptagelar yang berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing adalah adanya mabeurang (dukun bayi), bengkong (dukun sunat), paninggaran untuk memagari lahan pertanian secara gaib dari serangan hama,  juru do’a, juru pantun, dukun jiwa, dukun tani, juru sawer untuk menjalankan fungsi keamanan atau ronda, pengawal (ajudan), pujangga keraton (bertugas untuk membunyikan kecapi sambil berpantun saat ritual atau perayaan seren taun), perangkat rakyat (bekerja lintas administrasi kampung. Di kampung ciptagelar tidak pernah ada konflik antar otoritas kampung dan adat.

Walaupun perkampungan dan tetapmempertahankan adat istiadat tetapi teknologi di sini sudah cukup maju. Dan uniknya teknologi yang ada dikampung ini di ciptakan sendiri. Berawal dari gemar mengotak-ngatik peralatan elektronik Abah Ugi (pemimpin kasepuhanciptagelar) sudah membuat stasiun televisi lokal yang diberi nama CIGA TV dan saluran radio. Sudah dibuat sejak beliau smp yang kemudian di resmikan tahun 2004. Abah Ugi menggunakan barang-barang rongsokan sebagai bahan penunjang. Dikampung ini juga ada 19 turbin buatan Abah untuk membangkitkan listrik untuk pencahayaan di kampung ini dengan dibantu dalam pendanaan dari pihak lain. 19 turbin itu tersebar di kasepuhanciptagelar, ada di lebak karian (1), di sukamulya(1), cipta gelar (2), cipulus (1), situmurni (2), cibadak (1), palanggaran (1) dan sisanya turbin-tubin kecil kisaran 400 watt. Untuk teknologi umum seperti handphone, televisi dan radio masyarakat kampung cipta gelar sudah merasakan, kecuali internet. Walaupun sudah ada fasilitas wifi di beberapa tempat, masyarakat belum memanfaatkannya secara maksimal.

Penduduk ciptagelar adalah masyarakat yang mandiri dan memiliki sosial yang tinggi. Mayoritas masyarakat ciptagelar bekerja sebagai petani dan bercocok tanam padi, pekerjaan lainnya sebagai peternak, berkebun, buruh, tukang, kuli bangunan, guru, pedagang dan penambang emas. Meskipun mereka hidup dari hasil pekerjaan sampingan, masyakatnya tidak pernah terdengar kabar tetang kekurangan pangan, apalagi kelaparan. Mereka hanya bercocok tanam padi satu kali dalam setahun, kurun waktu tujuh bulan, sedangkan lima bulan sisanya mereka gunakan untuk bercocok tanam sayuran atau buah-buahan. Dan hasil output dari semua hasil pertanian ini tidak untuk diperjual belikan kecuali dalam keadaan mendesak. Peraturan adat melarang masyarakatnya untuk menjual beras mereka kepada siapapun. Mereka biasa menyimpan hasil penen padi pada leuit atau lumbung padi, yaitu tempat sakral yang diyakini mereka sebagai tempat kesejahteraan penduduk ciptagelar.

Bahasa sunda di kasepuhan ini ada dua yaitu Sunda Dialek dan Sunda Idiolek. Bahasa sunda yang digunakan di kasepuhan ini adalah Sunda Dialek Priyangan (halus) dan Sunda Kasar (karena berbatasan dengan Banten) yang diturunkan dari nenek moyang atau leluhur. Penggunaan bahasa di kasepuhan ini tergantung orangnya jika seseorang memulai dengan bahasa halus maka dibalas halus begitu juga sebaliknya . Sejak kecil masyarakat disini sudah diajarkan bahasa sunda halus namun, karena adanya pengaruh dari lingkungan si anak yang awalnya diajari sunda halus ketika besarnya dia malah menggunakan sunda loma.

Penduduk ciptagelar sebenarnya beragama islam, namun unsur animisme dan dinamisme masih sangat kental, karena mereka masih berpegang teguh pada kepercayaan akan leluhur, adat istiadat dan kebiasaan nenek moyang mereka. Masyarakat menyakini adanya Tuhan, namun mereka lebih patuh dan taat pada peraturan yang sudah ditetapkan leluhur. Upacara adat, ritual, dan perayaan-perayaan lainnya yang bersifat magis maupun tahayul masih sering kita dapati di kampung adat ini. Salah satunya ritual Seren Taun, yaitu puncak acara dari segala kegiatan masayarakat kasepuhan yang hanya dilakukan dipusat kepemimpinan ciptagelar setiap tahunnya.

Kesenian di ciptagelar sangat beragam mulai dari seni tari, musik, rupa, sampai dengan seni dalam kehidupan sehari-hari. Kesenian di kasepuhan ciptagelar tidak lepas dari tradisi upacara adatnya, yaitu aturan adat istiadat yang merupakan tradisi dari leluhur mereka. Salah satu kesenian kasepuhan ini adalah wayang golek, merupakan wewayang orang yang  menceritakan tentang leluhur, sebelum melakukan kesenian ini harus di adakan selamatan. Pembuatan wayang di ciptagelar tidak boleh sembarangan begitu juga dengan kesenian jipeng , topengan, tambuhuna gamelan dan angklungan, kesenian yang paling istimewa bagi masyarakat ciptagelar. Semua kesenian ini wajib di tampilkan setiap tanggal 13-14 malam bulan bulan purnama setiap bulannya. Semua kesenian juga harus dapat di pentaskan pada acara acara adat maupun hari hari besar atau hari hari yang di anggap penting di kasepuhan ini seperti upacara seren taun , ngasek, selamatena parengidam, sawean, mipit pare, ngabukti, ponggokan selain itu juga pada acara pernikahan atau hajatan warga. Selain itu kasepuhan ciptagelar juga mempunyai kerajinan tangan berupa gelang, tas, cicin yang di anyam.

Penduduk kampung ciptagelar memiliki ciri khas serta keunikan tersendiri. Dengan berkembangnya jaman dan moderenisasi tidak membuat kebudayaan yang ada sejak 646 tahun yang lalu tergerus. Masyarakat kampung masih menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan sosial dalam bermasyarakat, untuk teknologipun mereka juga tidak ketinggalan namun tetap mempertahankan tradisi lama, seperti dalam hal penanam padi, memanen padi dan menyimpan padi. Cara yang mereka gunakan sama dengan cara nenek moyang mereka ratusan tahun yang lalu. Keunikan lain yang ada di kampung ini adalah ritual-ritual tahunan mereka, yaitu seren taun yang merupakan pesta rakyat setahun sekali setelah panen, yang dilakukan untuk meletakkan padi ke dalam leuit (lumbung padi). Dalam upacara Seren Taun ini dapat dilihat berberapa wujud nyata dari tujuh unsur kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat, yaitu sistem religi adanya unsur-unsur magis dalam upacara, sistem kesenian adanya kesenian tradisional, dan juga unsur sistem organisasi atau sistem pemerintahan dengan adanya acara laporan pertanggung jawaban dari kepala adat. Dalam unsur kebudayaan lainnya, masyarakat Ciptagelar masih merupakan salah satu desa adat yang masih teguh memegang tardisinya seperti, bentuk rumah, sistem kepemimpinan, cara bertani, kesenian, cara penyimpanan padi.

Masyarakat adat bukanlah masyarakat yang tertinggal, namun merekalah masyarakat yang sebenarnya, yang tetap memegang teguh adat istiadat dan kebudayaan tanpa terpengaruh dengan budaya luar yang saat ini meraja lela di nusantara. Mereka mampu beradaptasi dengan baik dengan perkembangan teknologi saat ini tanpa merusak adat para leluhur mereka. Maka dari itu, sepatutnya kita tetap melestarikan kebudayaan nenek moyang, agar menjadi daya tarik dan kelebihan nusantara bagi negara luar atau masyarakat internasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun