Mohon tunggu...
Muhimmatul Ulya
Muhimmatul Ulya Mohon Tunggu... Tutor - Ibu guru, ibu 1 anak, dan penikmat puisi

Masa depan adalah milik orang-orang yang percaya dengan manisnya mimpi mereka..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Astrolabium Mimpi

13 September 2022   12:35 Diperbarui: 13 September 2022   12:39 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Saya ingin merubah mindset mereka." Kata-kata itu terus terngiang dalam benakku. Seharusnya malam ini saya harus berkutat dengan buku-buku untuk menyiapkan materi diklat, setidaknya duduk di depan komputer untuk mengerjakan laporan administrasi sekolah, atau sedikit meluruskan punggung  setelah menempuh perjalanan Demak-Semarang untuk pertama kalinya. 

Atau... memilih untuk berbaring menjemput mimpi seperti malam-malam yang biasa saya lakukan sebelumnya. Namun, kata-kata itu memberikan efek yang luar biasa. Ia mampu membawaku melintasi masa lalu.

"Lihat saja, kita akan berjumpa kembali. Sebagai orang yang sukses," katamu waktu itu. Kau masih ingat kawan? Kita pernah berkubang kelakar. Berceloteh tentang masa depan. 

Tentang mimpi-mimpi yang kita gantungkan dalam astrolabium mimpi. Kata-kata yang diucapkan oleh dua orang teman baruku, mengingatkanku padamu, dengan janji yang pernah kau ucapkan, juga dengan mimpi yang pernah terlupakan. 

Ya, kawan.. impian tidak pernah terhenti hanya karena sepenggal bagian tidak bisa kita wujudkan. Setidaknya, kita masih bisa meneruskannya . menjadi sukses untuk diri sendiri itu memang hebat. 

Tetapi, menjadikan orang lain sukses itu jauh lebih hebat. Sekarang aku percaya, mengajar bukan lagi rutinitas hampa, ia memiliki makna.

"Aku ingin menjadi guru," ucapmu kala itu. Di malam yang tenang. Dan kita masih menatap bintang-bintang.

Temanku yang lugu itu bernama Mega. Aku pertama kali mengenalnya ketika kita sama-sama menempuh pendidikan di sebuah universitas bergengsi di negeri Malang. 

Masih kuingat dengan jelas, Mega mengayuh sepeda jengkinya untuk sampai ke kampus yang jaraknya mencapai 15 kilometer dari pondoknya. 

Tentu saja dengan jalanan kota Malang yang berbukit dengan kontur tanah pegunungan. Dengan pakaian yang basah kuyup karena keringat dan tas ransel yang terbuat dari karung goni yang senantiasa tergantung di pundaknya, dia berjalan menuju kelas. Tetap dengan wajah sumringah dan semangat tanpa goyah. Ia membuat seisi kelas berbisik-bisik dalam keriuhan. 

Bagaimana tidak? Mahasiswi dari sebuah universitas ternama identik dengan pakaian supermodel dan gaya bintang lima tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Mega. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun