Mohon tunggu...
Muh IlhamPaduai
Muh IlhamPaduai Mohon Tunggu... Editor - Muh ilham paduai adalah mahasiswa perbankan syariah, orang yang sedikit cuek tetapi humoris, suka menulis Sejak SD. menyukai beladiri dan segala hal yang berhubungan dengan seni.

Laki-Laki yang menjadikan beladiri dan basket sebagai seni kemudian menulis sebagai olahra(sa)ga. - Akun Media Sosial : - Instagram : @Ilham_Paduai - Facebook : Muh Ilham Paduai - Twitter : @ilhampaduai05 - Wattpad : @Jing_Ga

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menolak Mengiyakan

11 Oktober 2020   11:04 Diperbarui: 13 Oktober 2020   04:55 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source Pict : Sajak Senja

Sejak dulu aku tidak pernah membenci apa-apa, hanya saja kabar darimu pagi ini ialah kekejaman paling mutlak, pembunuhan rasa paling bernyali. Sebaris kata yang kamu ketik menghentikan detakku sedetik. 

Ada yang merebutmu, ada yang datang, ada yang mendahului aku berdiri di depan rumahmu, ada yang lebih berani bertemu orang tuamu kemudian meminta hatimu, ada yang membuka paksa hatimu sedang kuncinya masih aku pegang. 

Bahkan aku tidak tau harus berekspresi apa, menjatuhkan air mata atau berteriak sekencang-kencangnya ke langit paling atas. 

Aku kalah, aku salah, membiarkan rasaku dan rasamu terapung di lautan ikatan yang kita buat untuk sekedar memastikan bahwa kita berdua mempunyai rasa yang sama, kita berdua sama-sama menginginkan tapi takut untuk melangkah pada satu hubungan.

Kau dan aku, kita bertukar cerita setiap hari, memberi kabar kemudian saling mengucapkan selamat malam. Selanjutnya, ketika pagi datang kita berlomba untuk saling menanyakan lagi, sudah bangun? Sudah shalat? Atau perihal kabar baik untuk hari ini

Setelah semuanya, seseorang datang, seseorang yang bahkan tidak pernah menanyakan kabarmu tiba-tiba datang ke rumahmu, seseorang yang bahkan tidak pernah peduli dengan keseharianmu tiba-tiba ingin meminta hatimu, seseorang yang asing kemudian datang mengubah kata masing-masing menjadi beriringan. 

Orang tuamu setuju dan kamu? Aku harap tidak. Kamu merasa kan kalau hati kita sudah saling mengenal, hati kita sudah berteman dan kita sama-sama nyaman.

Aku tidak kesal, rasanya hambar, hati dan otakku tak bisa aku gunakan. Lalu, setelah semua ini aku tidak tau harus apa, berpura-pura tidak tau, menganggap semua hanya mimpi atau yang paling berani ialah menganggap semua segala sesuatu yang terjadi; tidak pernah terjadi. ini

Selanjutnya bagaimana dengan kamu? Apakah melupakan adalah hal mustahil pula untukmu? Apalah sesakit ini pula hatimu? Mungkin aku tidak berhak bertanya rasa toh kita hanya saling menyamankan kemudian tak ingin saling kehilangan, belum ada ikatan. 

Kemudian, ketika kamu balik bertanya padaku, apa yang terjadi? Mengapa sehiperbola ini? Mengapa rasanya dari kejadian ini hanya hatiku yang merasa kalah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun