Mohon tunggu...
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi Mohon Tunggu... lainnya -

Saya manusia biasa yang makan dan minum...bisa lapar dan haus..yang bisa senyum dan sakit...bisa gembira dan luka hati...bisa tertawa dan meneteskan air mata...seperti teman-teman semua...saya manusia...\r\nTapi hamba ini berdo'a..jika hamba mati..darah hamba mengalir di bumi dan menulis kalimat الله\r\n\r\nwww.suaramuhibbuddin.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manfaat Penguatan Pendidikan Karakter 40 Jam Seminggu Bagi Anak Didik

22 Juni 2017   17:24 Diperbarui: 23 Juni 2017   10:09 1347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan salah satu program Nawa Cita Bapak Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Tulisan ini bukan untuk membahas tentang polemik akhir-akhir ini yang muncul mengenai pemberlakuan  Permendikbud No.23 Tahun 2017, namun sedikit saja mengenai dampak positif yang akan diperoleh jika Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) resmi berlaku. Kebijakan PPK ini tertuang dalam rencana pelaksanaan 40 jam seminggu di sekolah bagi para guru.

Masalah Pendidikan Saat ini

Pendidikan saat ini berlangsung sudah baik, namun masih ada beberapa masalah yang utama dan membutuhkan penyelesaian segera di antara banyak masalah lainnya, yaitu:

Pendidikan tidak berlangsung maksimal sebab kegiatan anak didik di luar sekolah bukan tanggungjawab guru. Ini berakibat adanya polarisasi kegiatan belajar anak, yang tidak akan selesai sepanjang masa. Saat anak didik di sekolah, guru bisa memantau, mengetahui, dan mengevaluasi kegiatan belajar anak didiknya. 

Namun, aktivitas guru tersebut deadlock saat anak didik sepulang dari sekolah. Mengapa guru seharusnya tahu dan ikut terlibat dengan batasnya tanggungjawab sebagai guru terhadap kegiatan anak didiknya di luar sekolah? Sebab semua yang didengar, dilihat, dirasa dan disaksikan anak didiknya di luar sekolah akan berpengaruh besar kepada pribadi dan kegiatan belajar anak di sekolah. Anak didik di sekolah hanya dari rata-rata dari jam 07.00 s/d 13.00, sekitar 6 jam normal. 

Ada anak didik yang aktiv dalam program peminatan ekstrakurikuler. Bagaimana sebelum dan setelah jam tersebut? Masa hidup anak didik sehari semalam 24 jam penuh, termasuk aktivitas tidur dan sebagainya. Dikurangi 6 jam di sekolah, yang artinya ada 18 jam anak didik berproses pendidikannya tanpa pendampingan guru.  Di sekolah 6 jam berbanding 18 jam di luar sekolah. Bagaimana mungkin kuota yang cuma 6 jam mampu mempengaruhi dengan kuat terhadap 18 jam kegiatan anak didik? Ini tidak logis bagi proses Penguatan Karakter. 

Mungkin ada yang bisa bicara tentang pendidikan di Finlandia. Corak kebiasaan masyarakat dan model kehidupan keluarga di Finlandia, sangat jauh berbeda terutama aktivitas perekononomiannya yang jelas ini sangat berpengaruh terhadap konsentrasi orang tua dalam keluarga terhadap proses belajar anak-anaknya. 

Masalah ini akan sedikit mampu untuk dijembatani dengan PPK yang guru bekerja 40 jam seminggu. Mengapa "hanya sedikit" ? Sebab, seharusnya guru memantau anak didiknya 24 jam sehari semalam seperti di pondok pesantren atau sekolah berasrama yang sudah diterapkan banyak lembaga pendidikan di Indonesia.

Di sekolah tidak ada ajaran guru kepada  anak didiknya melakukan kegiatan mencuri. Mengapa ada anak didik yang masih juga suka mencuri ? Tidak ada guru yang mengajarkan kenakalan remaja. Mengapa masih ada anak didik yang terlibat kenakalan remaja, bahkan narkoba. Hal negatif ini lahir bukan dari guru di sekolah namun dari luar sekolah. Itulah kenyataan proses pendidikan, yang terjadi bukan hanya di sekolah, namun sepanjang hari 24 jam kegiatan anak. 

Ada kegiatan anak didik sepulang dari sekolah formal, misal di Madrasah Diniyah, Kursus, Les privat, Les Kesenian, membantu orang tua, bahkan ada yang bekerja paruh waktu. Namun itu berapa anak? Apakah semuanya demikian? Yang tidak demikian, siapa yang bertanggungjawab? Orang tua? Bagaimana orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya meskipun mungkin ada waktu di rumah? Dalam pelaksanaannya, seberapa besar tangggungjawab penyelenggaranya terhadap kepribadian anak didiknya? Ini masih masalah yang harus dipecahkan. 

Pemecahan Masalah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun