Mohon tunggu...
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi
Muhibbuddin Abdulmuid Yassin Marthabi Mohon Tunggu... lainnya -

Saya manusia biasa yang makan dan minum...bisa lapar dan haus..yang bisa senyum dan sakit...bisa gembira dan luka hati...bisa tertawa dan meneteskan air mata...seperti teman-teman semua...saya manusia...\r\nTapi hamba ini berdo'a..jika hamba mati..darah hamba mengalir di bumi dan menulis kalimat الله\r\n\r\nwww.suaramuhibbuddin.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekerasan Bukan Bersumber dari Agama

5 Oktober 2010   16:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:41 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_279884" align="alignleft" width="162" caption="Kekerasan tabiat manusia"][/caption]

Kekerasan sudah menjadi bagian dari hidup dan kehidupan manusia, sejak pertama manusia muncul di bumi ini, sampai hari ini. Sebelum adanya wahyu Tuhan yang menurunkan sebuah agama bagi manusia, kekerasan sudah ada dan nyata memang terjadi, sebagai bagian tak terpisahkan dari kebiasaan manusiawi. Model kekerasan beraneka ragam, bisa berupa pertengkaran fisik, peperangan, adu algojo, dan sebagainya. Ada beberapa suku di berbagai negara yang menjadikan kekerasan sebagai hal yang lumrah, seperti adu bertarung manusia melawan banteng, adu kekuatan manusia melawan manusia lainnya, bahkan  upacara kesukuan ada juga yang mengatraksikan perkelahian sesama manusia.

Jadi, sebelum adanya agama yang mengajarkan kehalusan budi pekerti, dan beberapa ajaran Islam yang dianggap mengusung kampanye pembolehan kekerasan seperti kebolehan suami memukul istri bila ia mangkir dari kewajibannya (Q.S. 4: 34-35), dan Hadits yang menyatakan anak perlu diperintahkan salat ketika berumur tujuh tahun, dan boleh dipukul (bila tidak salat) ketika berumur sepuluh tahun, kekerasan sudah hadir sebagai budaya dan adab kehidupan manusia.

Berkaitan dengan kekerasan yang sering terjadi akhir-akhir ini, sebenarnya bukan terjadi akhir-akhir ini saja. Sejarah mencatat, peperangan sudah berlangsung ribuan tahun yang lalu, melibatkan suku-suku dan berbagai penyebab lainnya timbulnya pertengkaran fisik, sebelum adanya sebuah doktrin agama langit yang membimbing manusia ke jalan pekerti yang halus dan lembut.

Maka, melihat kondisi kekerasan yang sudah ada jauh sebelum adanya agama itu sendiri, tidak bisa disimpulkan bahwa kekerasan berasal dan bersumber dari agama, meskipun ada kalanya menggunakan ayat-ayat dari sebuah agama. Apabila suatu saat terjadi kekerasan bersumberkan dari ayat dalam kitab agama tertentu, maka itulah sebenarnya suatu upaya untuk melegalkan dan membenarkan tabiat kekerasan yang memang sudah ada secara alamiah dalam diri manusia dan tipologi sosiologisnya.

Dalam Teori Behaviurostik disebutkan, bahwa beberapa hal yang menimbulkan sikap manusia,.adalah adanya kebiasaan dan suasana yang terbiasa. Ketika kekerasan sudah terbiasa dalam rumah tangga dan masyarakat sekelilingnya, dengan latar belakang yang beraneka ragam, menurut teori besutan Gage dan Berliner ini, manusia memiliki perilaku yang dibentuk oleh suatu stimulus dan respon yang saling berkaitan. Dari teori ini, dikembangkan suatu hipotesa ringan, bahwa kadangkala agama merupakan Reinforcement and upaya Punishment terhadap suatu stimulus luar dirinya dan masyarakatnya, sehingga timbulnya kekerasan itu seseorang atau kelompok.

Kekerasan Terpendam dan Kekerasan Terlihat

Dilihat dari sudut kejadiannya, ada 2 jenis kejadian kekerasan, yaitu 1) kekerasan terpendam 2) kekerasan terlihat. Suatu kondisi masyarakat itu sebenarnya dalam kondisi saling curiga, saling bermusuhan dan bertarung, tetapi ketika kendali masih menguasai, maka tidak sampai terpicu menjadi pelaksanaan sebuah kekerasan dalam tindakan. Ketika kekerasan itu terlaksana dalam kenyataan sehari-hari, seperti dalam kasus beberapa hari terakhir ini, itu bukanlah disebabkan semata-mata karena adanya kejadian sesaat itu juga. Kekerasan itu merupakan suatu luahan dari "kekerasan terpendam" yang memang sebenarnya selalu ada dalam diri manusia. Ada kekerasan yang dilampiaskan dengan bentuk fisik, tetapi ada kekerasan yang dilampiaskan dalam bentuk "gagasan kekerasan" yang ujung-ujungnya juga menuntut sebuah pelampiasan "kekerasan terpendam" tersebut.

Dari sudut pandang ini, lebih arif kita tidak memuji sebuah negara atau suatu komunitas yang kelihatannya aman-aman saja, yang kelihatannya damai-damai saja. Justru di situ terpendam suatu potensi kekerasan luar biasa yang bisa jadi lebih keras akibatnya dari yang sudah terjadai selama ini. Atau jika tidak, justru itu suatu kondisi ketertindasan sosial yang merata, yang diakui sebagai "kedamaian" semu suatu masyarakat tertentu.

Berbagai kasus peperangan antara suku di Indonesia, seperti di Papua, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain dan di luar negeri seperti di Sudan, Rwanda, Serbia, dan lain-lain, semua itu bukan terjadi atas nama agama tertentu. Kemudian kejahatan terhadap ras tertentu di dunia ini, juga bukan atas nama agama tertentu. Mayoritas peperangan yang merupakan lambing kekerasan tidak terjadi atas nama agama tertentu, sehingga melibatkan dan menyeret doktrin agama dalam kasus peperangan dan kekerasan suatu manusia dan kumpulan manusia, baik dalam bentuk suku, kelompok ataupun negara, adalah sebuah kesimpulan yang tidak berdasar sama sekali.

Maksudnya, ketika terjadi sebuah keamanan atau kedamaian suatu kelompok atau masyarakat pada suatu saat, kemudian ketika tiba-tiba ada umat beragama datang dan lantas timbul suatu tindakan kekerasan, maka itu disebabkan bukan dari agama yang menimbulkan, tetapi lebh sebuah luahan "kekerasan terpendam" yang selama ini "tertutup" dalam hasrat dan keinginan manusianya. Tabiat keras, bisa diluahkan dalam bentuk perang suku, kelompok, negara dan bahkan ditempelkan pada agama tertentu, sebab mudah saja bagi siapapun untuk menempelkan kekerasan pada agama tertentu, apalagi ternyata ada ayat kitab agama tertentu tersebut yang secara tekstual terdapat perintah bertindak keras, seperti ayat dan hadits di atas. Ayat dan Hadist tersebut hanya sebagai legalisasi dan pintu meluahkan semangat kekerasan yang memang asalnya sudah ada dan bersemayam dalam dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun