Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK KAB. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dear Ramadan, Tahun Ini Aku Akan Rajin Kunci Mulut

3 Maret 2025   22:42 Diperbarui: 19 Maret 2025   04:32 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang sedang tutup mulut (Sumber: https://ntdindonesia.com/)

Ramadan akhirnya tiba, bulan penuh maghfirah yang selalu di tunggu-tunggu umat muslim. Secara lahiriah, ramadan mengajarkan untuk menahan hawa nafsu, baik makan maupun minum. Namun bagaimana sisi batiniah? Apakah Islam menganjurkan hal serupa supaya menggali potensi untuk tetap menahan diri dari penyakit hati. Jawabannya sudah pasti 'iya'. 

Kita kulik penyakit hati yang tidak lepas dari jiwa manusia. Kalau dihitung jumlahnya, jari tidak bisa mewakili. Apa saja kiranya penyakit hati tersebut? 

Diantaranya adalah ujub, angkuh, egois, riya, hasat, fitnah, tamak, munafik, suudzon, dan gibah. Kita fokus pada gibah. Ringan dilakukan oleh banyak insan, tak sengaja membicarakan keburukan orang lain, bahkan hingga hukumnya jauh lebih besar dibandingkan  penyakit hati lainnya, tentu kecuali syirik atau menyekutukan Allah. 

Gibah menjadi daya tarik tersendiri bagi saya. Tak sedikit yang berpendapat bahwa emak-emak merupakan populasi terbanyak dibandingkan kaum bapak-bapak sebagai subjek gibah. Apakah alasannya karena emak-emak lebih leluasa dalam urusan pekerjaan dibandingkan bapak-bapak? Artinya, dimanapun kumpulan emak berkomunikasi berbalut bersandau gurau, tak luput dari gibah.  Hingga salah satu tayangan di platform dunia maya menggambarkan suasana kajian agama emak-emak bisa gibah bercampur dzikir. Bagaimana tidak, ada jamaah berkata " Astagfirullah, ternyata Bu Ajeng pakai uang arisan kajian dan tidak dikembalikan hingga saat ini?" dari seberang barisan, salah satu emak berseru, "Oh, Ya Allah, padahal gayanya segudang, eh tak tahunya makan duit orang banyak, amit-amit nauzubillah". Bahkan kejadian serupa dapat berlanjut di grup PKK, paguyuban wali murid, komunitas antar anak sekolah, alumni sekolah, dan sebagainya. Secara tidak disadari gibah masuk kategori eksekutif sudah disediakan wadah khusus untuk pembahasan seru. Dan riil terjadi, saat mau bicarakan orang yang berada di dalam satu grup dengan planing maksimal akan terbitlah grup baru tanpa memasukkan target masuk menjadi anggota. Leluasa bukan main dan semakin dasyat gibahnya. Itulah ciri gibah,  membicarakan atau bergosib hal negatif seseorang, tentang keburukan, kejelekan, kekurangan, dan pembicaraan itu dipraktikkan tatkala yang bersangkutan tidak hadir di antara kita.

Saya bagian dari emak-emak tersebut. Punya komunitas baik online maupun offline. Dan susahnya untuk rem atau berhenti gibah. Tetapi saya bertekad bahwa ramadan kali ini tidak menjadi emak-emak super gibah. Adapun cara yang akan saya lakukan kurang lebihnya demikian.

a. Menghindari percakapan yang tidak berkualitas

Percakapan yang tidak berkualitas dan sudah menyangkut kebencian kepada salah satu orang baik teman, saudara, tetangga, maupun pimpinan kita, hela napas dan yakini betul bahwa kita tidak mendengar apa yang menjadi topik pembicaraan. Bila takut menyinggung lawan bicara, pamitlah secara sopan, utarakan jika Anda sedang sibuk untuk melakukan hal ini. Segeralah beranjak dari tempat 'panas' tersebut.

b. Jika bertemu suhunya gibah, segera hindari!

Ngeri-ngeri sedap jika bertemu suhunya gibah. Julukan bagi orang terkuat tuk bergibah bisa disebut suhu, nyonya besar, ratu gibah, juragan, bos geng, dll. Seandainya jalan berpapasan, maka hentikan langkah Anda lalu ambil haluan lain. Atau pura-pura menyiram bunga, tiba-tiba menggerakkan anggota tubuh laksana senam anak sehat. Ayunkan tangan dan kaki sekadar mengalihkan perhatian. Solusi ekstrem jika suhu semakin mendekat dan di ujung mulut siap luncurkan gibah data terbaru, tegaskan saja sembari berucap "maaf saya puasa, jadi mohon untuk tidak bicarakan orang lain". 

c. Tidak perlu merespon bahan gibah di media sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun