Pernah merasa lelah bukan karena terlalu banyak kegiatan, melainkan karena terlalu sering memaksakan diri agar bisa diterima? Atau pernah berusaha menyesuaikan diri di ruang yang ternyata tidak benar-benar memahami siapa diri ini?
Terkadang, keinginan untuk menyenangkan semua orang justru membuat diri menjauh dari kenyamanan sendiri. Rasanya ingin diam, tapi merasa harus bicara. Ingin mundur, tapi takut dinilai lemah. Ingin tenang, tapi suara-suara di sekitar menuntut untuk terus tampil dan menjelaskan.
Padahal, tidak semua hal perlu dijelaskan. Tidak semua perasaan harus dibela. Tidak semua sikap wajib dimengerti. Ada kekuatan dalam memilih diam. Ada ketegasan dalam memilih tidak merespons. Dan itu bukan berarti kalah, tapi bentuk lain dari menjaga diri.
Sering kali, orang yang tenang disalahpahami sebagai tidak peduli. Padahal, bisa jadi mereka sedang menjaga energi, sedang menata napas, sedang memilih untuk tidak terjebak dalam keributan yang tidak perlu. Diam bukan berarti tak tahu harus bicara apa. Justru mereka yang tahu kapan perlu bicara dan kapan diam, sering kali lebih dalam dan lebih kuat.
Dunia sering mengajarkan bahwa menjadi menarik itu harus seru, aktif, penuh semangat, dan pandai mencuri perhatian. Namun, tidak semua orang nyaman dengan pola itu. Ada yang merasa cukup dengan hadir seadanya. Tidak mencolok. Tidak keras. Tapi tetap bermakna.
Menarik tidak selalu berarti menjadi pusat perhatian. Ada yang memilih untuk tenang, tidak banyak bicara, tidak menjelaskan diri berkali-kali, dan tetap dihargai. Karena mereka tahu siapa dirinya, tahu batas energinya, dan tahu bahwa tidak semua orang harus disenangkan.
Tidak semua konflik perlu dijawab. Tidak semua orang perlu diberi penjelasan panjang. Kadang, cukup hadir dan menjaga diri adalah pilihan paling sehat. Sebab bukan semua ruang perlu dimasuki, dan bukan semua suara perlu ditanggapi.
Terkadang, rasa lelah datang bukan dari hal besar, tapi dari keinginan untuk terus diterima. Terus membuktikan diri. Terus menjelaskan bahwa diri ini layak. Padahal, cukup hadir pun sudah layak. Sudah cukup.
Boleh saja merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian. Boleh juga merasa lebih damai saat hanya menjadi pengamat. Dan itu bukan hal yang salah. Setiap orang punya cara sendiri untuk merasa tenang.
Menjadi diri sendiri tidak harus selalu ramai. Tidak harus selalu menjelaskan. Tidak harus selalu disukai. Yang terpenting, hadir sepenuhnya, dengan kesadaran akan siapa diri ini. Tanpa kebisingan, tanpa drama, tanpa harus mengemis validasi.
Seseorang tidak perlu cerewet untuk diperhatikan. Tidak perlu selalu menjelaskan batas-batas pribadinya. Kadang, cukup dengan bersikap tenang, tegas, dan jujur pada diri sendiri, itu sudah lebih dari cukup.