Menjelang akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, dunia Islam menghadapi tantangan besar akibat dominasi Barat yang semakin kuat dalam bidang politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan.Â
Umat Islam, yang sebelumnya pernah memimpin peradaban dunia, kini berada dalam kondisi keterbelakangan. Situasi ini memunculkan berbagai respons dari kalangan Muslim, mulai dari sikap akomodatif terhadap Barat hingga penolakan total terhadap pengaruh asing.
Di tengah dinamika tersebut, muncul tokoh-tokoh pembaharu yang berupaya membangkitkan kembali kejayaan Islam melalui pendekatan yang berbeda. Salah satu tokoh paling menonjol adalah Jamaluddin Al-Afghani, seorang pemikir dan aktivis politik yang dikenal sebagai pelopor gerakan Pan-Islamisme dan modernisme Islam.Â
Biografi Singkat Jamaluddin Al-Afghani
Jamaluddin Al-Afghani lahir pada tahun 1838 di Asadabad, sebuah kota yang lokasinya diperdebatkan antara Afganistan dan Iran. Ia mengklaim berasal dari Afganistan untuk memperoleh legitimasi di kalangan Sunni, meskipun beberapa sumber menyebutkan bahwa ia berasal dari keluarga Syiah di Iran.Â
Sejak usia muda, Al-Afghani menunjukkan kecerdasan luar biasa. Ia mempelajari berbagai disiplin ilmu, termasuk teologi Islam, filsafat, logika, matematika, dan ilmu alam. Perjalanannya ke India pada usia 17 atau 18 tahun memperluas wawasannya tentang dunia Barat dan kolonialisme.Â
Setelah kembali ke Afganistan, ia terlibat dalam politik lokal dan sempat menjabat sebagai perdana menteri. Namun, konflik dengan penguasa setempat membuatnya meninggalkan negaranya dan memulai perjalanan intelektual ke berbagai negara, termasuk Mesir, Turki, Prancis, dan Inggris. Di setiap tempat, ia menyebarkan ide-ide pembaharuannya dan membangun jaringan dengan para intelektual Muslim.Â
Pemikiran dan Gagasan Pembaharuan
Al-Afghani percaya bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh keterbelakangan dalam ilmu pengetahuan dan perpecahan internal. Ia menekankan pentingnya rasionalitas dan ilmu pengetahuan modern sebagai alat untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam. Namun, ia juga menolak sekularisme Barat yang memisahkan agama dari kehidupan publik.Â
Salah satu kontribusi terbesarnya adalah gagasan tentang Pan-Islamisme, yaitu upaya untuk menyatukan umat Islam di seluruh dunia dalam menghadapi imperialisme Barat. Ia mengajak umat Islam untuk bersatu tanpa memandang perbedaan mazhab atau etnis, dan menekankan pentingnya solidaritas dalam menghadapi penjajahan.Â
Al-Afghani juga mendorong ijtihad, yaitu usaha intelektual untuk memahami dan menerapkan ajaran Islam sesuai dengan konteks zaman. Ia menentang taklid buta terhadap tradisi dan mendorong umat Islam untuk berpikir kritis dan terbuka terhadap perubahan.Â
Aktivisme Politik dan Pengaruhnya
Selain sebagai pemikir, Al-Afghani juga aktif dalam politik. Di Mesir, ia mengajar di Universitas Al-Azhar dan mempengaruhi murid-muridnya, termasuk Muhammad Abduh, yang kelak menjadi tokoh penting dalam gerakan pembaharuan Islam.Â