Selain itu, kemunculan karakter Martin Paraja yang diperankan oleh Tio Pakusadewo di dalam film ini dinilai tidak akurat dengan sejarah. Menurut catatan, Martin Paraja adalah salah satu kelasi pemberontak  yang gugur dalam Pemberontakan HNLMS De Zeven Provincien atau Kapal Tujuh Provinsi pada tanggal 5 Februari 1933.Â
Namun di film ini, ia melarikan diri ke Ende dan bertemu Bung Karno. Pemikirannya tentang pejuang itu harus cerdik mempengaruhi Bung Karno dalam perjuangannya di sana. Di samping ke dua hal tersebut, ada juga kekurangan minor yang dapat saya maklumi, yakni di beberapa adegan, suara aktor fisik Bung Karno tidak singkron.
Hal ini membuat saya menyimpulkan bahwa tokoh Bung Karno diperankan oleh dua aktor, yakni aktor fisik dan aktor suara. Ini dapat disebabkan karena aktor fisik tidak dapat melakukan impresi suara meskipun fisik dan gesturnya mirip sehingga keberadaan aktor suara diperlukan dalam film ini.Â
Praktik seperti ini bukan hal yang baru, di dalam serial ramadhan asal Qatar yakni Omar Farouk (2012), tokoh Umar bin Khattab diperankan oleh dua aktor, yakni Samir Ismail sebagai aktor fisik dan Assad Khalifa sebagai aktor suara.
Terlepas dari kekurangannya, Secara keseluruhan, film ini bagus jika kita mau melihat apa pesan yang dibawa olehnya penggalian gagasan kebangsaan dapat digali bahkan dari daerah terpencil sekalipun. Ia juga membawa kita kepada kehidupan Bung Karno dimana di tahap ini, Bung Karno pernah diliputi oleh rasa putus asa.Â
Meski begitu, semangat juang yang besar serta dukungan penuh dari orang-orang terdekatnya, membuat ia mampu untuk melewatinya. Sangat direkomendasikan untuk anda yang ingin mempelajari sejarah hidup serta perjuangan Bung Karno.