Mohon tunggu...
Muhammad Zakky Rabbani Luqmana
Muhammad Zakky Rabbani Luqmana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Saya adalah orang yang menyukai hal-hal yang dekat dengan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Resensi Film Soekarno: Ketika Bung di Ende

7 Juli 2022   15:00 Diperbarui: 7 Juli 2022   15:09 8550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tepatnya di sebuah kota kecil yang bernama Ende yang dimana juga melewati masa penahanan sementara di Surabaya bersama dengan keluarga dan ibu mertuanya yakni Amsih (Niniek L. Karim), beserta pembantunya, yakni Encon (Angga) dan Karmini (Dita Maharani).

 Saat awal kedatangannya di Ende, Bung Karno mengalami kesulitan untuk berkomunikasi karena ia selalu diawasi oleh polisi kolonial yang dimana membuat masyarakat tahu bahwa dia adalah internir kolonial. Meski begitu, ini hanya berlaku pada masyarakat yang berada di dalam kota, khususnya dari golongan Ambtenaar (pegawai negeri), 

sedangkan golongan yang tidak terpelajar yang mayoritas adalah pelayan dan pengangguran lebih bisa diajak komunikasi dengan Bung Karno karena ketidaktahuan mereka. Sejak saat itu, Bung Karno menghimpun mereka dan bahkan mendirikan grup teater.

Di sinilah, Bung Karno menghasilkan beberapa karya berupa naskah pementasan tonil atau drama, diantaranya 1945 dan Rahasia Kelimoetoe, yang dimana sempat ditampilkan di hadapan misionaris Belanda dan Filipina di Ende. Selain dengan mendirikan grup teater, Bung Karno juga mengadakan pengajian setiap malam Selasa dan Jum'at. 

Pengajian ini ternyata tidak hanya dihadiri oleh orang-orang yang berasal dari kelas bawah dan orang-orang terdekat Bung Karno seperti Ahmad Landjar (Ferdinandus Rikyn), tetapi juga dihadiri oleh beberapa orang yang berasal dari kota dan bahkan seorang Ambtenaar dari Pulau Jawa.

Selain lewat kedua hal di atas, Bung Karno juga akrab dengan beberapa Misionaris, yang dimana salah satunya adalah Pastor Huytink (Hans De Kraker) yang dimana ia yang mendukung beberapa usaha Bung Karno, seperti ketika mereka mencoba untuk mementaskan Rahasia Kelimoetoe yang pada awalnya mendapat tentangan bahkan dari pihak gereja sendiri. 

Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya mempermudah Bung Karno dalam mendekatkan dirinya dengan masyarakat Ende yang berasal dari berbagai golongan, tetapi juga memudakan Bung Karno dalam menggali gagasan kebangsaan yang sebenarnya dia dan tokoh-tokoh lainnya sudah memikirkan hal tersebut ketika ia masih berada di Bandung.

Sayangnya, ini tidak berlangsung lama, wabah malaria yang menjangkiti Ende juga menjangkiti Bung Karno dan karena ini, Bung Karno lewat istri beliau saat itu, Inggit Garnasih (Paramitha Rusady) meminta Muhammad Husni Thamrin yang saat itu tengah ada di Belanda agar Bung Karno beserta keluarga dipindahkan. Akhirnya, pemerintah Hindia Belanda setuju dan memindahkan beliau ke Bencoolen atau Bengkulu.

Film ini bisa dibilang produksinya sangat niat karena proses syutingnya diambil langsung dari tempat di mana peristiwanya terjadi, yakni di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Selama kita menonton ini, kita disuguhkan dengan pemandangan Pulau Flores yang sangat indah, khususnya di adegan dimana Bung Karno dan Pastor Huytink jalan-jalan ke Telaga Tiga Warna Kelimutu yang dimana terlihat jelas warna-warna nya.

Selain itu, mereka juga mengambil beberapa aktor yang berasal dari daerah yang sama sebagai pemeran pendukung menambah kesan bahwa kita sedang mengikuti perjalanan Bung Karno di Ende, seperti Rae Alamanso yang berperan sebagai Kotadia yang dimana di dalam film ia adalah salah satu penduduk asli yang bekerja sebagai nelayan.

Meski begitu, film ini juga memiliki beberapa kekurangan. Menurut Hadi S Rodja, salah satu penduduk lokal yang menjadi perwakilan dalam jumpa pers tentang film tersebut, menyatakan bahwa film tersebut terlalu berpusat pada perjalanan Bung Karno di Ende, sedangkan masyarakat Ende yang dimana menjadi sumber Bung Karno menggali Pancasila kurang divisualkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun