Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengkritik Sekaligus Menginginkan Pengakuan

15 Maret 2023   06:11 Diperbarui: 15 Maret 2023   06:15 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di kampung saya, ada kebiasaan seseorang yang suka mengkritik dengan cara terbuka. Membeberkan kesalahan orang lain di depan khalayak.

Manusia pengkritik itu agak sulit diterima sebagai niat baik untuk memperbaiki. Bagaimana tidak, kritik terbuka demikian bisa diterima berbeda oleh orang yang dikritik juga oleh khalayak. Sekilas, orang demikian terkesan memperbaiki keadaan. Namun, malah membuat keadaan bertambah tidak nyaman.

Manusia pengkritik seperti demikian hanya menjatuhkan harga diri seseorang di depan khalayak. Sekaligus berusaha mengangkat harga dirinya sendiri.

Gaya bicaranya memang seakan manusia yang percaya diri. Dia merasa jika orang yang salah harus dikritik agar dia memperbaiki diri. Namun, saya mengira jika Manusia Pengkritik juga memiliki kekurangan percaya diri.

Andaikan dia memiliki kepercayaan diri tinggi, bagaimana dia berani berdiskusi dengan orang yang dikritik. Berani berhadapan sembari beradu pendapat  dengan orang yang dikritik. Dia berpikir keras bagaimana caranya orang yang dianggap "keliru" benar-benar bisa memperbaiki kekeliruannya.

Kebijaksanaan. Hal itulah yang tidak dimiliki oleh Manusia Pengkritik.

Karena ketidakmampuan berpikir bijak itulah maka si Manusia Pengkritik sebenarnya sedang "menggali kuburannya sendiri". Khalayak mulai bisa menilai jika gaya bicara yang "keras" sebenarnya tidak disertai ilmu pengetahuan yang luas. Dia hanya tergelitik untuk mengkritik dengan pengetahuan seadanya tanpa disertai pengetahuan penunjang tentang permasalahan yang diperbincangkan.

Dalam suatu komunitas dia bicara paling keras. Bisa jadi sekedar ingin diperhatikan. Bukan sebuah perbaikan keadaan.

Manusia pengkritik tidak sama dengan pemikir yang kritis. Justru Manusia Pengkritik bisa jadi sebagai manusia yang malas berpikir.

Andaikan dia bukan pemalas untuk berpikir, kenapa dia tidak berpikir panjang tentang akibat dari sikapnya? Kenapa dia memiliki banyak pertimbangan ketika berbicara sesuai dengan isi pikirannya? Kenapa dia tidak bisa memperkirakan apa yang mungkin terjadi jika dia menjatuhkan harga diri seseorang di depan khalayak?

Berdasarkan pengamatan, ada akhirnya Manusia Pengkritik ini akan dilupakan orang. Karena kemampuannya sekedar membeberkan kesalahan bukan memperbaiki kesalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun