Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika di Luar Sekolah, Siapa yang Menilai Kita?

8 Juni 2022   06:48 Diperbarui: 8 Juni 2022   07:16 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika masih duduk di bangku sekolah, ada sosok guru/dosen yang biasa menilai kecerdasan kita. Namun, ketika tidak berada di sekolah, siapa yang menilai kecerdasan kita?

***

Semalam saya menonton film Bad Genius. Sebuah film Thailand yang menceritakan seorang murid jenius namun mencurangi ujian di sekolahnya karena berbagai alasan. Sebagai orang yang pernah menjadi murid, tentu saya "menyetujui" sikap curang ketika ujian. Karena, "nilai bagus" menjadi tujuan  diadakannya ujian. Terlepas apakah itu kecurangan atau kejujuran.

Mungkin Anda tidak setuju dengan pernyataan di atas, tapi saya ingin jujur mengakui jika itulah yang terpenting ketika sekolah. Nilai begitu penting karena berpengaruh pada banyak hal.

Nah, ketika lulus sekolah maka orientasi mengejar nilai itu sudah tidak ada. Karena tidak ada sosok yang menilai kecerdasan kita. Apabila seseorang bekerja di intitusi tertentu, mungkin atasan/boss yang akan menilai kecerdasan kita. Tapi, kalau wirausahawan yang tidak punya atasan tidak ada yang memberikan penilaian. Lalu, bagaimana kalau pengangguran?

Lantas, karena tidak ada yang menilai itu juga yang menjadi alasan ketika kita malas untuk mencari ilmu. Malas menambah pengetahuan karena dianggap bukan hal yang dibutuhkan. Alasannya, buat apa banyak pengetahuan karena tidak akan ada "masa ujian".

Saya mengenal seseorang yang terbilang jenius. Ketika di sekolah, dia menjadi orang paling "tertekan" ketika menghadapi masa ujian. Jelas, karena dia harus terus mempertahankan nilai ujiannya agar tetap bagus.

Bagi kita yang kecerdasannya di bawah rata-rata, masa ujian dianggap sebagai rutinitas biasa. Tidak ada usaha maksimal untuk mencapai nilai tertinggi. Antara tahu diri dan kemalasan yang sudah mendarah daging, sulit dibedakan.

Saya sering mencari-cari alasan jika nilai bagus bukan segalanya. Padahal, dalam sistem yang sedang kita tumpangi nilai bagus menjadi pintu gerbang untuk masuk ke dalam "sistem yang lebih rumit".

Foto: Halaman Facebook Opini Hari Ini (dikelola pribadi)
Foto: Halaman Facebook Opini Hari Ini (dikelola pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun