Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Keong Mas, Dahulu Peliharaan Kini Gangguan

10 Januari 2022   06:24 Diperbarui: 11 Januari 2022   19:19 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar modifikasi dari wikipedia.org; tmii.go.id

Pada dekade 90-an, keong mas pernah menjadi santapan favorit di desa kami. Mulai dari ditumis hingga disate, setiap rumah tangga setidaknya pernah mencobanya.

Kabarnya hewan ini didatangkan dari Amerika Selatan sekadar untuk peliharaan. Lama-lama menjadi makanan. Itu terjadi mulai 1980-an.

Bapa saya sengaja memelihara keong mas ini semata untuk panganan. Dalam pandangan kami, memelihara keong mas layaknya memelihara ikan mas. Disebar di kolam khusus kemudian diberi pakan khusus. Daun-daun yang lebar seperti daun talas menjadi pakan favorit si hewan lambat ini.

Entah bagaimana, obrolan kala itu sering terdengar bertemakan 'keong mas'. Makhluk kecil nan imut ini benar-benar menjadi primadona desa. Sepertinya, orang lebih senang membicarakan dia dibandingkan kembang desa yang sedang merekah.

Ketika si keong masih dalam masa kejayaannya, umur saya belum terlalu dewasa untuk bisa memahami realita. Hal yang terlihat di pelupuk mata maka itulah yang tertangkap logika.

Masa kejayaan itu telah berlalu, keong mas beranak terlalu banyak. Bukan hanya menyebar di sawah, di kolam ikan pun hewan mollusca ini sempat menghiasi. Genangan air menjadi hamparan kuning keemasan saking banyak mereka yang enggan pergi.

Kala itu, warnanya memang benar-benar kuning keemasan. Mereka tidak malu untuk menampakan diri dengan cangkangnya yang terang. Saking primadonanya, foto Presiden Soeharto sedang makan sate keong mas ini menjadi simbol peningkatan sumber protein murah rakyat jelata.

Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tidak sungkan untuk membuat ikon teater berbentuk keong mas. Wajar, karena kala itu hewan lambat ini memang belum dianggap hama.

Kini, masa telah berbeda. Si keong semata-mata menjadi hama. Dicari kemudian dikasih ke bebek atau dibuang ke daratan hingga mati.

Apabila masa itu dibandingkan dengan situasi sekarang. Maka si keong mas menjadi sebuah ironi. Ketika awalnya didatangkan untuk menjadi sumber protein hewani, kini malah menjadi hama yang menggerogoti padi.

Hanya kuntul yang menganggap keberadaan si keong mas sebagai berkah ketika berjalan lambat di sawah. Karena bagi petani dia bisa mengurangi produksi musim tanam kali ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun