Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengangkat Martabat Rakyat Jelata agar Anda Jadi Penguasa

23 April 2021   06:52 Diperbarui: 23 April 2021   06:53 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Ini bukan tips agar Anda jadi pejabat, tapi lebih kepada tuntutan saya sebagai rakyat jelata. Ya, semacam surat terbuka kepada orang-orang yang berambisi menjadi penguasa.

***

Memiliki ambisi menjadi penguasa itu bukan sesuatu yang terkesan negatif. Selain amanat, menjadi pejabat merupakan berkat. Karena, tidak semua orang dikaruniai bakat mengurus urusan rakyat.

Seorang raja hingga pemimpin tingkat desa adalah manusia pilihan yang sengaja dipilih atau terpilih karena keturunan, bukan hanya karena kesengajaan namun juga tuntutan keadaan. Apa jadinya sekumpulan manusia tanpa seorang pemimpin sebagai penentu keputusan?

Nah, ketika Anda memiliki ambisi menjadi penguasa maka mengangkat martabat rakyat jelata harus menjadi tujuan utama. Jika itu menjadi tujuan, maka perilaku Anda pun akan mengarah ke sana.

Penguasa _di tingkat apa pun_ memiliki martabat melebihi yang lain. Tapi, bukan berarti harus merendahkan yang lain.

Nah, itu poinnya. Jika terbersit dalam pikiran Anda untuk merendahkan rakyat jelata maka tidak usah berharap agar mendapatkan dukungan untuk menjadi penguasa. Orang yang menganggap rendah orang lain maka dia akan bersikap "merendahkan".

Tidak menghargai manusia lain selayaknya manusia, tidak akan sanggup bertahan lama sebagai penguasa. Bukankah rakyat kebanyakan adalah pendukung setia Anda? Kalau mereka tidak dihargai, jangan salahkan mereka tidak menghargai Anda pula.

Menghargai rakyat jelata sebagaimana manusia, tidak akan menganggapnya lebih rendah dari diri si penguasa. Misalkan, pendidikan kebanyakan orang jauh lebih rendah dari si penguasa bukan berarti kata-katanya tidak punya makna. Toh, rakyat jelata juga punya cara untuk menentukan hidupnya meskipun berbeda cara.

Pengalaman dan pengetahuan manusia bisa menjadi pelajaran berharga. Walaupun pendidikan atau kekayaan jauh lebih rendah dari penguasa, tetapi rakyat jelata sebenarnya punya hasrat untuk hidup lebih tertata. Semua orang punya "konsep" bagaimana mengatur negara walaupun dengan bahasa yang berbeda.

Tidaklah heran jika ada yang sanggup bertahan hidup diperintah secara otoriter. Atau sebaliknya, ada yang lebih nyaman hidup dengan cara demokratis. Itu semata-mata karena alasan praktis ... bukan teoritis.

Tidaklah heran jika ada raja yang tetap bertahan hingga beberapa keturunan. Tapi, pejabat yang dipilih secara demokratis bisa tumbang dalam waktu singkat karena minim dukungan.

Minimnya dukungan bukan karena kekurangan pengetahuan atau kekayaan. Sangat mungkin dia tidak memiliki tujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat kehidupan. Bagi dia, menjadi penguasa hanya mengejar gengsi semata. Kemudian, menganggap yang lain hanya sekumpulan makhluk bernyawa tetapi dianggap tidak punya peran apa-apa. Dia menjadi sombong.

Ketika seorang penguasa menjadi jumawa, maka tinggal menunggu waktu untuk ditumbangkan massa. Karena, massa pun merasa tersinggung. Jadi, buat apa terus mendukung ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun