Ilmu seharusnya membantu kita untuk memudahkan urusan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, saya pernah mengalami sebaliknya. Kebanyakan ilmu dalam otak malah membingungkan.
***
Saya pernah mengalami situasi dimana ilmu pengetahuan yang dimiliki malah membelenggu mental dan fisik untuk berbuat sesuatu. Dengan banyaknya ilmu, terlalu banyak hal yang dipertimbangkan sehingga mengisi waktu hanya dengan berpikir semata tanpa bertindak.
Bagi Anda yang berdomisili di perkotaan, kecil kemungkinan mengalami apa yang terjadi pada saya. Di kota, begitu banyak sarana yang bisa dijadikan acuan untuk melakukan tindakan. Bila dia ingin bekerja maka mencari kerja karena pekerjaan masih banyak tersedia. Bila dia ingin berwirausaha maka peluangnya terbuka lebar.
Tetapi, jika hidup di perdesaan kita dipaksa berpikir abstrak. Ketika kita akan bertindak nyaris minim sosok yang bisa dijadikan rujukan. Mau membuka perusahaan juga menjadi terlalu banyak pertimbangan. Lebih tepatnya, mengalami banyak ketakutan. Takut gagal atau takut dicemooh karena minim contoh.
Sebagai upaya jalan keluar dari keraguan itu maka saya membaca banyak buku dan membuka situs internet yang berkaitan dengan usaha pembangunan perdesaan. Banyak pengetahuan yang saya dapatkan. Berbagai teori, tips dan trik tentang pembangunan perusahaaan di perdesaan banyak didapatkan.
Namun, apakah dengan pengetahuan yang begitu banyak didapatkan saya memperoleh solusi? Tidak!
Saya masih dibingungkan dengan "apa yang harus saya lakukan". Teori atau konsep mana yang harus diterapkan ketika ingin membuka usaha di perdesaan? Entahlah.
***
Mungkin diantara Kompasianer ada yang merasa kebingungan ketika punya ide tapi harus menerapkan konsep pengetahuan mana untuk mendukungnya. Misalnya, para relawan pendidikan di pedesaan yang masih kebingungan mau menerapkan kurikulum seperti apa. Atau, hidup di daerah terpencil yang minim akses informasi dan transportasi mengalami kesulitan untuk menggali potensi daerahnya sendiri.
Nah, di tengah kebingungan itu saya mulai memahami jika otak kita terlalu "dibelenggu ilmu". Itu akibat dari tidak adanya filsafat yang mendasari cara kita memperoleh dan menggunakan pengetahuan.