Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Pola Kejadian untuk Menambah Kesabaran

2 Februari 2021   21:06 Diperbarui: 2 Februari 2021   21:21 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Untuk memotret kuntul kerbau ini, saya harus paham dahulu pola migrasi mereka. Mereka biasa datang ke desa saya ketika musim tanam padi tiba. (Dokpri)

Saya suka mengamati pola-pola kejadian di sekitar dengan harapan bisa mengambil pelajaran. Pola-pola yang bisa saya pahami baru sampai pada hal-hal sederhana seperti jam berapa domba peliharaan di kandang biasa mengembik meminta makan.

Mengamati pola yang lebih rumit, saya belum sanggup. Biarlah itu menjadi tugas para ilmuwan.

Sebagai warga desa, memahami pola adalah hal biasa.  Dengannya, kami bisa tahu kapan harus menanam padi, memupuknya dan tentu saja memanennya. Pola-pola itu _apalagi pola yang berulang dalam jangka pendek_ bisa menjadi acuan untuk bertindak dan juga untuk memprediksi masa depan.

Ketika kita sudah paham akan pola kehidupan di sekitar, biasanya timbul rasa sabar. Kesabaran bukan hanya tentang sifat seseorang sejak lahir, tetapi kesabaran lahir dari pengetahuan seseorang akan suatu hal.

Seorang calon penumpang bus kota akan sabar menunggu di halte karena dia tahu akan ada armada berikutnya beberapa saat lagi. Begitupun seorang pebisnis yang terbiasa sabar untuk menunggu momen penjualan yang melejit. Karena, dia tahu kapan ekonomi bergerak cepat.

Ketika mencermati berbagai pola-pola kejadian di sekitar, maka tak ayal kitapun akan bersinggungan dengan waktu. Mungkin waktu pulalah yang merangsang saya untuk mengamati pola-pola kejadian. Waktu masih menjadi misteri bagi saya. Makanya, demi memahami waktu itu saya mencoba memahami pola-pola kejadian.

Katanya, waktu itu tunggal. Kejadian-kejadian yang membuat kita mempersepsikan waktu itu "berbilang".
Misalnya, matahari terbit dan tenggelam dengan waktu yang terpola. Dengannya, terciptalah kalender.

Hanya saja, pola-pola itu terkadang tidak dijadikan acuan untuk mengambil suatu keputusan. Kita menjadi tergesa-gesa atau tak sabaran karena belum bisa memahami polanya. Hati menjadi tidak tenang karena belum tahu posisi kita berada dalam rentang waktu yang sedang terjadi.

Apabila kita tahu posisi kita ada dimana, maka pikiran kita pun tahu bahwa masih ada waktu lagi yang harus dilalui. Tidak melompati tahapan yang harus dilalui. Proses yang harus dijalani bisa dilakukan tanpa kehilangan kesabaran.

Jika pola-pola itu bisa dipahami oleh seperangkat komputer, lalu mengapa kita tidak bisa? Bukankah kehidupan kita bisa terpolakan dalam seperangkat algoritma?

Ya, saya sendiri tidak paham algoritma. Buat apa pula belajar algoritma karena sudah ada pakar dari Google.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun