Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rasisme, Antara Benci, Iri, dan Rendah Diri

5 Juni 2020   06:05 Diperbarui: 5 Juni 2020   06:21 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda lahir dimana? Warna kulit Anda bagaimana? Banggakah Anda jika berwarna kulit putih? Minder kalau berwarna kulit gelap?

Pertanyaan-pertanyaan mendasar itu sepertinya menjadi titik awal timbulnya rasisme. Setidaknya itu yang pernah saya rasakan.

Pernah saya merasa minder ketika bersanding dengan orang berwarna kulit lebih terang. Tapi, sekaligus 'meremehkan' orang yang berwarna kulit lebih gelap dari saya.

Saya berpikir, jika rasisme memang bisa timbul karena kesombongan kita atau sebaliknya karena sikap minder. Sombong karena merasa masuk ke dalam kelompok manusia yang dominan dalam peradaban. Sebaliknya, minder karena termasuk dalam kelompok yang tidak dominan dalam peradaban.

Bagi yang merasa superior, dia ketakutan dominasinya tergoyahkan oleh kelompok lain. Namun, bagi yang inferior, dia iri karena tidak sanggup mendominasi.

***

Mempelajari karakter suatu etnis yang ada didunia jelas bukan untuk mencari-cari 'kejelekan' mereka. Dulu, ketika pertama kali saya membaca buku Antropologi, didapati kenyataan bahwa manusia dunia ini bermacam-macam.

Sayangnya, saya tidak belajar secara tuntas bahwa perbedaan itu hanya nampak secara fisik saja. Saya lupa bahwa pada dasarnya kita semua adalah sama-sama manusia yang harus maju bersama menjaga dunia.

Dominasi rasial pada sektor tertentu, misalnya ekonomi, hanya sebuah 'kebetulan' alamiah dan tidak perlu dibesar-besarkan. Begitupun keterbelakangan kelompok ras tertentu bukan sebuah takdir Tuhan yang harus diratapi. Ada mekanisme histori yang sulit dimengerti kenapa itu terjadi.

Hal penting yang harus ada dalam pikiran kita bahwa dimasa depan kita harus senantiasa bekerjasama membangun dunia. Memalukan, ketika internet merambah dunia justru kita masih sibuk dengan perspektif lama yang membuat kita mandeg dalam banyak hal.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun