Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sikap Pragmatis dalam Hubungan Indonesia-Belanda

13 Maret 2020   20:23 Diperbarui: 14 Maret 2020   19:57 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raja dan Ratu Belanda mengembalikan keris Pangeran Diponegoro kepada Indonesia. (Foto: kompas.id)

Saya pikir, mengembalikan keris Pangeran Diponegoro oleh Raja Willem bukan hanya simbol hubungan baik Belanda-Indonesia. Simbol itu juga sebagai upaya bagi masyarakat Indonesia untuk berpikir realistis dengan membuka diri pada pengaruh global.

Simbolisasi yang terjadi mungkin punya makna tersendiri. Tetapi, bagi saya itu adalah sebuah ajakan bagi siapa saja untuk tidak "mengasingkan" diri dari pengaruh global.

Daripada kita terus berpolemik tentang keaslian si keris atau apapun dibalik hubungan kedua negara, mending kita membuka pikiran untuk selalu siap dengan berbagai kemungkinan. Negeri Belanda, dan juga kita, mencoba bersikap pragmatis pada hubungan ini.

Apabila dulu, kita berseteru maka sekarang bersekutu. Begitulah realita dunia yang sesungguhnya. Sebagaimana Amerika dan Jepang saling bermusuhan dalam Perang Dunia II, maka sekarang mereka menjadi teman akrab.

Hal ini saya utarakan, karena nampaknya masyarakat kita belum bisa mengambil "keuntungan" dari peluang yang diberikan. Hal ini tercermin dalam tanggapan sebagian warga pada pola kerjasama yang dijalin dengan Cina. Nampaknya, masih ada sikap resistensi pada keberadaan mereka di negeri ini.


Sebagaimana masyarakat kita begitu bersikap pragmatis pada Jepang, karena produknya kita butuhkan, maka hubungan dengan Belanda pun mesti dijadikan peluang untuk mengambil keuntungan. Sikap "seperti tidak suka" sudah tidak relevan lagi untuk ditampilkan.

Terkadang, kita belum membiasakan diri untuk memanfaatkan peluang yang ada di depan mata. Jangankan bantuan dari negeri seberang, apa yang ada di depan mata pun malah dibuang. Sayang.

Dalam kacamata saya sebagai warga negeri ini, apapun cara untuk mempercepat denyut nadi kehidupan rakyat harus didukung. Sebagai bangsa yang sudah terbiasa membuka diri pada pengaruh global maka sudah seharusnya kita siap juga untuk bisa mengambil manfaat dari pengaruh itu.

Memang resiko harus diambil jika suatu saat nanti kita malah menjadi pihak yang kurang diuntungkan. Tetapi, apakah resiko itu tidak akan diambil walaupun ada juga keuntungan dibaliknya?

Sumber: Kompas.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun