Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konstitusi Lebih Tinggi dari Agama?

19 Februari 2020   20:15 Diperbarui: 19 Februari 2020   20:14 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kenapa sih terlalu meributkan 'dimana posisi agama dalam negara Pancasila'? Saya pun sebagai warga negeri ini menyadari bahwa agama memiliki 'keistimewaan' dalam konstitusi kita.

Keistimewaan agama dan keistimewaan untuk menjalankannya, jelas dibatasi oleh konstitusi. Apakah itu berarti konstitusi diatas agama?

Ya, salah juga kalau menganggap kontitusi lebih tinggi dari agama. Tinggi dan rendahnya kedua hal itu hanya dalam persepsi.

Anda berdebat panjang lebar dengan argumen logis hingga filosofis tetap saja negara tetap membatasi 'ruang gerak' dalam menjalankan agama. Keluhuran agama hanya sebagai wujud spiritualitas manusia Indonesia. Lembaga keagamaan atau yang mengatasnamakan agama mendapat porsi tidak lebih dari kebebasan untuk menjalankan ritual sehari-hari.

Agama diperbolehkan merembes dalam kegiatan bernegara tetapi tetap mendapat penjegalan apabila terlalu kuat ikut serta dalam menentukan arah kebijakan berbangsa dan bernegara. Negara   (lebih tepatnya para penyelenggara negara) punya "takaran tersendiri" seberapa besar peran agama dalam negara.

Cara kita bernegara memang tidak ditentukan oleh doktrin agama manapun. Kalaupun ada aturan atau tatakelola yang "bercorak" agama itu hanya sebagai bentuk negosiasi manusia Indonesia yang menginginkan kehidupan beragama yang baik.

"Apabila para elit sebagai penyelenggara negara masih mempersepsikan agama sebagai alat untuk memperlancar kehidupan beragama maka dia akan terus diistimewakan. Tetapi, agama bisa dianggap bahaya apabila memperkeruh keadaan."

Saya pikir, kita tidak usah terlalu mendikotomikan antara komunisme-atheisme versus monarki-theologis. Atau, theokrasi atau demokrasi yang selalu dibingungkan dalam berbagai banyak perbincangan. Kita hidup di sini, di suatu negara dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda.

Pancasila dan UUD 1945 hanyalah bentuk kesepakatan antar anak bangsa. Sedangkan agama telah ada sebelum Indonesia ini ada.

Profesor Jimly Ashsiddiqie dalam bukunya Konstitusi Ekonomi menerangkan bahwa konstitusi adalah perjanjian, konsensus atau kesepakatan tertinggi dalam kegiatan bernegara. Sesudah adanya kesepakatan tertinggi itu, masalah selanjutnya bukan lagi setuju dan tidak setuju atau pun bukan lagi persoalan benar dan salah apa yang diatur dalam hukum tertinggi itu.

Bentuk "kompromi" antar manusia yang tertuang dalam ideologi dan konstitusi negeri ini tidak dimaksudkan untuk merendahkan agama secara "persepsi" tetapi memaksa kita untuk memeluknya. Walaupun, tidak diperkenankan menjalankan agama seutuhnya selayak tertuang dalam Kitab Suci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun