Pertanyaan itu datang ketika saya menyaksikan Acara  Debat Capres-Cawapres di televisi. Saya jadi bertanya-tanya dalam hati, apakah seorang pemimpin/calon pemimpin yang cerdas memang bisa dinilai dari kelihaiannya berdebat di panggung.
***
Antara Kecerdasan Memimpin atau Kecerdasan Berbicara
Kecerdasan seorang manusia memang bisa diukur. Karena saya bukan psikolog, maka tidak akan bicara bagaimana mengukurnya. Saya hanya akan berbicara "bagaimana menilainya", karena itu buah dari persepsi pribadi bukan dari perhitungan teori.
Toh, ketika memilih pemimpin nyatanya tidak menggunakan perhitungan teori namun menggunakan intuisi yang menjadi karunia Illahi. Begitu pun, ketika menilai kecerdasannya. Apakah "pertunjukan debat" di TV bisa menjadikan sarana penilaian bagi kemampuan memimpin seorang manusia.
Saya sering menyaksikan betapa banyak orang yang pintar dalam bidangnya masing-masing. Namun, memimpin itu menjadi bidang tersendiri dan apakah perlu memiliki banyak pengetahuan teknis. Teramat jarang seorang pemimpin yang tahu segalanya dan bisa segalanya.
Permasalahan bagaimana memimpin tidak bisa dinilai dari seberapa banyak ilmu pengetahuan yang dimiliki. Kualitas kepemimpinan itu begitu terpancar secara pribadi. Secara kasat mata dia akan dikelilingi oleh "para kesatria" sebagai orang pilihan.
Apabila menonton film kolosal, saya sering melihat bagaimana seorang Raja dikelilingi para penasihat berbakat dimana banyak diantaranya berusia lebih tua dari Sang Raja. Apabila membicarakan suatu masalah, seorang Raja akan bertanya, "bagaimana menurut kalian wahai para penasihatku?".
Pikiran seorang Pemimpin tidaklah terlalu "disibukan" dengan hal remeh-temeh. Namun, dia tidak meremehkan hal-hal remeh-temeh itu. Keinginan kuat untuk mengadakan perubahan itulah sebagai bentuk kecerdasan seorang pemimpin.
Kecerdasan memimpin tidaklah berbanding lurus dengan kecerdasan berbicara. Bisa jadi ilmu pengetahuannya begitu terbatas, namun secara intuitif dia bisa memahami pola-pola kehidupan yang 'sulit dijabarkan secara teoritis'.
Pemimpin bisa "melihat" masa depan dan bisa menunjukan pada khalayak bahwa akan "hasil penglihatannya". Memikirkan banyak hal dalam satu waktu merupakan bentuk 'seni' bukan sekedar perhitungan teoritis.