Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kerancuan Budaya Orang Sunda

20 Januari 2019   05:44 Diperbarui: 20 Januari 2019   05:53 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Orang Sunda sepertinya mengalami masalah "kerancuan budaya". Salah satu suku dengan populasi terbanyak ini, kehilangan "pegangan" dan tidak bisa mengidentifikasi akar budayanya sendiri.

***

Pragmatis Dalam Berbudaya

Tulisan saya ini memang sekedar persepsi pribadi. Subjektifitas sangat terasa di sini. Namun, sebagai orang Sunda Asli saya merasa kebingungan dimana tidak pernah menemukan konsep budaya Sunda yang sebenarnya.

Salah satu akibat dari kebingungan itu adalah begitu terbukanya masyarakat Sunda pada kebudayaan luar. Saya sendiri sulit mengidentifikasi apakah apa yang saya jalankan adalah bentuk budaya Sunda atau budaya Islam_sebagai representasi agama yang dianut.

Masyarakat Sunda tidak punya garis pemisah yang tegas untuk membedakan mana adat pribumi dan adat pendatang. Setidaknya, itu yang saya baca dari beberapa sumber. Islam begitu mudah masuk ke Tanah Sunda bahkan "diterima" dengan tangan terbuka oleh Penguasa Zaman Dahulu. Begitu pun, adat Cina masuk tanpa banyak upaya untuk "pengusiran".

Sikap akan keterbukaan ini, membawa pada sulitnya memilah mana yang "baik" bagi masyarakat Sunda sendiri dan mana yang "buruk".

Sikap keterbukaan ini juga tidak jauh dari cara berpikir pragmatis. Setidaknya, itu yang saya pahami. Sikap menerima budaya lain karena dianggap "ada manfaatnya", memang menjadi ciri khas bentuk keterbukaan. Ini bukan sesuatu yang buruk. Hanya saja, memilah mana yang menguntungkan dan tidak menguntungkan juga punya ukuran.

Suatu budaya luar akan dianggap menguntungkan apabila ada hubungannya dengan "kesejahteraan". Terkesan duniawi. Namun, itu hal lumrah mengingat budaya Sunda sendiri kekurangan nilai-nilai yang berhubungan dengan kesejahteraan. Apabila melihat budaya Cina, begitu banyak nilai-nilai yang mengacu pada kesejahteraan hidup.

Pragmatisme memilih budaya merupakan hal yang lumrah di era industri. Saya merasa orang Sunda saat ini seperti Amerika dimana budaya pop lebih terlihat.

Orang Sunda tidak punya contoh seperti orang Jawa dimana memiliki Kesultanan Jogja dan Surakarta sebagai acuan budaya. Kesultanan Cirebon pun terpisah dari budaya Sunda dalam hal ini Pasundan/Priangan. Karena tidak adanya contoh itu, makanya kami meraba-raba bahkan mengkreasi budaya baru di tengah kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun