Orang Sunda sepertinya mengalami masalah "kerancuan budaya". Salah satu suku dengan populasi terbanyak ini, kehilangan "pegangan" dan tidak bisa mengidentifikasi akar budayanya sendiri.
***
Pragmatis Dalam Berbudaya
Tulisan saya ini memang sekedar persepsi pribadi. Subjektifitas sangat terasa di sini. Namun, sebagai orang Sunda Asli saya merasa kebingungan dimana tidak pernah menemukan konsep budaya Sunda yang sebenarnya.
Salah satu akibat dari kebingungan itu adalah begitu terbukanya masyarakat Sunda pada kebudayaan luar. Saya sendiri sulit mengidentifikasi apakah apa yang saya jalankan adalah bentuk budaya Sunda atau budaya Islam_sebagai representasi agama yang dianut.
Masyarakat Sunda tidak punya garis pemisah yang tegas untuk membedakan mana adat pribumi dan adat pendatang. Setidaknya, itu yang saya baca dari beberapa sumber. Islam begitu mudah masuk ke Tanah Sunda bahkan "diterima" dengan tangan terbuka oleh Penguasa Zaman Dahulu. Begitu pun, adat Cina masuk tanpa banyak upaya untuk "pengusiran".
Sikap akan keterbukaan ini, membawa pada sulitnya memilah mana yang "baik" bagi masyarakat Sunda sendiri dan mana yang "buruk".
Sikap keterbukaan ini juga tidak jauh dari cara berpikir pragmatis. Setidaknya, itu yang saya pahami. Sikap menerima budaya lain karena dianggap "ada manfaatnya", memang menjadi ciri khas bentuk keterbukaan. Ini bukan sesuatu yang buruk. Hanya saja, memilah mana yang menguntungkan dan tidak menguntungkan juga punya ukuran.
Suatu budaya luar akan dianggap menguntungkan apabila ada hubungannya dengan "kesejahteraan". Terkesan duniawi. Namun, itu hal lumrah mengingat budaya Sunda sendiri kekurangan nilai-nilai yang berhubungan dengan kesejahteraan. Apabila melihat budaya Cina, begitu banyak nilai-nilai yang mengacu pada kesejahteraan hidup.
Pragmatisme memilih budaya merupakan hal yang lumrah di era industri. Saya merasa orang Sunda saat ini seperti Amerika dimana budaya pop lebih terlihat.
Orang Sunda tidak punya contoh seperti orang Jawa dimana memiliki Kesultanan Jogja dan Surakarta sebagai acuan budaya. Kesultanan Cirebon pun terpisah dari budaya Sunda dalam hal ini Pasundan/Priangan. Karena tidak adanya contoh itu, makanya kami meraba-raba bahkan mengkreasi budaya baru di tengah kami.