Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf
Muhammad Yusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - 2010732021

Mahasiswa Universitas Andalas. Prodi Sastra Inggris. Fakultas Ilmu Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ada cerita dibalik Jam Gadang

15 Maret 2021   17:22 Diperbarui: 17 Maret 2021   17:39 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika sedang melakukan trip perjalanan wisata di Sumatera Barat rasanya tidak lengkap apabila tidak singgah ke kota Bukittinggi. Bukittinggi adalah sebuah kota kecil yang berada di kabupaten Agam.  

Meskipun Bukittinggi adalah kota kecil, Bukittinggi merupakan kota yang padat penduduk. Tentu saja kita bertamasya bukan untuk melihat sebuah kota dengan penduduk yang padat. Alasan utama kita bertamasya tentunya untuk mengunjungi tempat-tempat ikonik di kota tersebut. Di Bukittinggi, terdapat sebuah menara jam yang menjadi landmark ikonik kota tersebut. Menara jam tersebut disebut dengan Jam Gadang.

Jam Gadang sendiri merupakan jantung dari kota Bukittinggi. Apabila orang-orang ditanyai mengenai kota Bukittinggi, maka jawaban yang terlintas pertama kali adalah Jam Gadang.

Jam Gadang adalah monument jam dengan 4 buah jam di setiap sisinya dengan diameter 80 cm. ukuran dasar jam gadang yaitu 6,5 x 10,5 meter dengan tinggi 26 meter ini memakan biaya pembuatan sekitar 3000 gulden yang mana pada saat itu terbilang sebagai angka yang fantastis. Jam Gadang ini dibangun sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker seorang sekretaris Fort de Kock. Batu pertama diletakkan oleh putra pertama Rook Maker. Pembuatannya tidak lah memakai besi atau pun semen, melainkan hanya campuran antara kapur, putih telur, dan pasir.

Mesin yang digunakan pada Jam Gadang merupakan mesin yang sama dengan yang ada di Big Ben (Inggris). Hal ini menjadikan nya unik karena mesin tersebut hanya diproduksi 2 buah di dunia ini. 

Konstruksi Jam gadang ini dimulai pada tahun 1926 dan selesai pada tahun 1932 dan diselesaikan oleh arsitek Yazin Abidin Rajomangkuto dan Sutan Gigi Ameh. 

Atap jam gadang pernah berubah mengikuti zaman pemerintahannya, yang pertama adalah atap dengan bentuk bulan dengan sebuah patung ayam jantan yang menghadap ke timur. Kemudian pada saat pemerintahan jepang, atap nya berubah menjadi bentuk pagoda. Pada saat Indonesia merdeka atap jam gadang berubah menjadi berbentuk gonjong yang menunjukkan lambang rumah gadang pada adat Minangkabau.

Dibalik sejarah singkat dibangunnya Jam Gadang, ada beberapa misteri mengenai Jam itu sendiri. Jika anda sudah pernah pergi ke Jam Gadang, mungkin anda dapat melihat keanehan yang ada di Jam tersebut. Yaitu adalah penulisan angka romawi IIII yang seharusnya ditulis IV.

c2826c9e1d465f7ddf7bea6db2f1f5fa-6051db62e95df759eb5c44a2.jpg
c2826c9e1d465f7ddf7bea6db2f1f5fa-6051db62e95df759eb5c44a2.jpg
 Ada berbagai teori mengenai mengapa angka 4 di jam gadang itu ditulis sebagai IIII dan bukannya IV antara lain:

1. Keseimbangan visual

King Louis XIV meminta seseorang untuk membuatkan jam untuknya, kemudian sang pembuat jam membuat jam sesuai dengan aturan angka romawi. Saat melihat angka IV King Louis merasa bahwa angka itu tidak seimbang dengan angka yang berada di seberangnya. Jadi King Louis meminta nya untuk diganti dengan IIII.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun