Mohon tunggu...
Muhammad yasfi
Muhammad yasfi Mohon Tunggu... Mahasiswa - uin khas jember

hanya untuk tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peninjauan Hukum Kawin Kontrak di Indonesia

16 Oktober 2021   21:20 Diperbarui: 16 Oktober 2021   21:23 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saya sempat iseng searching di google untuk mencari materi tugas saya dan tidak sengaja menemukan artikel tentang perkawinan kontrak di wilayah puncak bogor, semakin lama asik mencari dan menuntaskan tiap tiap artikel saya jadi tertarik untuk mencari informasi sendiri terkait perkawinan kontrak. Lalu saya berkunjung ke salah satu desa yang dikenal dengan sebutan kampung arab puncak dan konon katanya di kampung ini sering terjadi perkawinan kontrak. Setelah menyusuri lebih dalam selama 2 hari 2 malam saya mendapatkan informasi dan yang nanti saya akan rangkum bersama tugas saya dibawah :

Perkawinan merupakan kegiatan sakral dalam kehidupan manusia, karena disamping perkawinan mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lain, perkawinan juga menyangkut mengenai hubungan keperdataan. Tidak berhenti disitu perkawinan juga ikut mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan kata lain perkawinan tidak hanya mengatur hal yang lahiriah namun juga mencakup hal batiniah bagi para pihak yang melaksanakannya. Hukum Indonesia mengatur perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan definisi perkawinan yang tertera pada Pasal 1 Undang Undang Perkawinan, yaitu: "Perkawinan adalah ikatan lahir batin diantara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" Perkawinan pada hakikatnya adalah suatu perikatan atau perjanjian yang juga terdapat sangat banyak di dalam hukum perdata pada umumnya. Perjanjian sendiri adalah suatu yang sangat penting dalam hukum, oleh karena setiap orang yang  mengadakan perjanjian sejak semula mengharapkan supaya janji itu tidak diputus ditengah jalan. Demikian juga dengan perkawinan haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja. Dalam perjanjian para pihak bebas menentukan isi dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang bersangkutan sendiri dengan catatan tidak bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Namun, tidaklah demikian dalam hal perkawinan, sekalipun hakikat dari perkawinan tersebut adalah perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Menurut Pasal tersebut tepatnya pada Ayat (1) perkawinan pada dasarnya memang didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Hal ini mempertegas bahwa perkawinan adalah sebuah persetujuan. Namun, persetujuan ini berbeda dengan persetujuan yang dimuat di dalam buku III KUH Perdata. Pelaksanaan perkawinan merupakan sebuah momentum penting dan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang mengaturnya dalam hal ini undang-undang yang mengatur adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sekalipun telah ada peraturan yang mengatur mengenai perkawinan baik secara agama maupun pemerintahan, masih ada saja pihak-pihak yang melakukan perkawinan yang tidak sesuai atau dengan kata lain menyimpangi peraturan tersebut. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan terkandung tujuan ideal dari sebuah perkawinan yang seharusnya menjadi tujuan bersama antara suami dan istri. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman dalam praktik, tujuan dari sebuah perkawinan sering disimpangi. Hal tersebut dapat terlihat dari mulai munculnya berbagai bentuk penyimpangan dalam perkawinan, mulai dari kawin di depan Kantor Urusan Agama, kawin bawa lari sampai dengan kawin kontrak. Istilah kawin kontrak atau dalam Islam disebut dengan nikah mut'ah adalah perkawinan untuk masa tertentu dalam arti pada waktu akad dinyatakan masa tertentu yang bila masa itu datang, perkawinan terputus dengan sendirinya.

Kawin kontrak umumnya terjadi didaerahdaerah yang banyak kegiatan industrialisasi nya, khususnya kegiatan industri yang banyak mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri seperti daerah puncak (Jawa Barat), Jepara (Jawa Tengah), serta Singkawang (Kalimantan Barat).

Yang dimaksud kawin kontrak oleh masyarakat/ khalayak banyak adalah sebuah perkawinan yang didasarkan pada kontrak atau kesepakatan-kesepakatan tertentu, yang mengatur mengenai jangka waktu perkawinan, imbalan bagi salah satu pihak, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan lain-lain. Sulit memang untuk menentukan serta menemukan jumlah dari praktik perkawinan semacam ini, hal tersebut dikarenakan perkawinan semacam ini tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Sehingga perkawinan ini umumnya hanya dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan / dibawah tangan.92 Meskipun perkawinan semacam ini tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan, namun perkawinan seperti ini kerap kali ditemui di daerah-daerah tertentu di Indonesia. Dan ini beberapa informasi yang saya dapat dari warga desa tugu, puncak bogor.

U (inisial nama dari informan) mengungkapkan bahwa sekarang sudah jarang terjadi praktik perkawinan kontrak, katanya dikarenakan pandemi dan banyak pria pria arab yang sudah pulang ke negaranya. Beliau mengungkapkan bahwa tahun 2015-2019 masih banyak yang melakukan karna perempuan yang melakukan kawin kontrak pernah tinggal dikontrakannya dan rata rata perempuan yang menjalani pekerjaan tersebut bukan asli masarakat sana melainkan pendatang dari cianjur, sukabumi, dll. Tuturnya kawin kontrak itu biasanya paling cepet 2 minggu dan paling lama 3 bulan menurut pengalaman perempuan yang mengontrak rumahnya dan mahar kisaran 10-50 JT tergantung kesepakatan dengan pria, Dan nanti pun tinggalnya di villa yang sudah dikontrak oleh pria arab untuk tinggal sementara di puncak.

Jika kita kaji lebih dalam Praktik perkawinan yang seperti ini maka jelas sangat bertentangan dengan Pasal 2 yang mengandung syarat sah dari suatu perkawinan.

1. Perkawinan adalah sah apabila  dilakukan menurut hukum masing masing agama dan kepercayaannya

itu.

2. apabila suatu perkawinan didasarkan atas suatu perjanjian mengenai jangka waktu dari perkawinan tersebut atau yang biasa disebut dengan istilah kawin kontrak itu secara legalistik formal tidak diperbolehkan dan memang tidak dapat dibenarkan, karena berpacu kepada fakta bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga harus berpegangan pada formalitas.

Lalu hal ini pun bertentangan dengan madzhab syafi'iyah dan akal nurani, karna tujuan kawin kontrak adalah untuk kesenangan semata dan jauh melenceng daripada nilai-nilai penting pernikahan, maka dari itu kawin kontrak belum diperbolehkan/illegal di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun