Mohon tunggu...
ridho
ridho Mohon Tunggu... Aktor - mahasiswa

pecinta dangdut

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Akibat Ambisi Orangtua terhadap Perkembangan Anak

18 April 2021   11:48 Diperbarui: 18 April 2021   12:05 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di Indonesia banyak sekali dapat kita jumpai banyaknya anak – anak yang pintar tetapi raut wajahnya kurang bahagia atau merasa tertekan. Tentu hal ini tidak sembarang orang bisa melihatnya, bahkan orang tua pun tidak dapat mengetahui apakah anaknya tertekan atau tidak, hal ini disebabkan oleh rasa percaya diri orang tua terhadap anaknya dan menganggap anaknya bisa berlari kencang tanpa garis finish.

Seperti banyak kita jumpai teman-teman kita disekolah yang mengikuti banyak kegiatan setiap harinya baik ekstra maupun intra. Belum lagi olimpiade bagi yang orang tuanya menginginkan anaknya pintar dibidang biologi, fisika, mtk. Karena fenomena yang terjadi sekarang adalah yang di lakukan anak adalah keinginan orang tua, bahkan cita – citapun ada yang ditentukan orang tua.
Menurut mereka yang mendapat ambisi orang tuanya merasa bahwa anaknya mampu menjalani rutinitas tersebut, memang hal ini baik dilakukan tetapi harus dengan persetujuan anaknya dan tingkat kenyamanan anaknya. Kalau terlalu dipaksa dan memenuhi ego orang tua kasihan untuk perkembangan psikologi anaknya.

Sejumlah orang tua menikmati perannya tersebut. Karena selain memegang kontrol penuh perjalanan anaknya, mereka juga merasakan kepuasan atas aturan dan batasan yang mereka tetapkan sendiri. Namun apakah pola asuh ini baik untuk perkembangan anak ?
Belum lagi keinginan anak selalu dikekang oleh orang tua, contoh kecil sekarang sekolah fullday dan waktu bermain anak itu sedikit apalagi anak remaja sudah taka sing lagi dengan keluar malam untuk bermain karena pagi sampai sore mereka disekolah. Biasanya orang tua tidak mengizinkan anaknya keluar malam dan menyuruhnya untuk belajar saja dirumah padahal dari pagi sampai sore ia sudah belajar disekolah. Kalaupun diizinkan orang tua selalu berpesan  “ pokoknya kamu harus pulang jam 9, kalau enggak pintu mama kunci “ dengan ancaman hingga membuat anak takut dan kepikiran, mainpun tak tenang.

Sebagai remaja yang sedang gemar – gemarnya bersosialisasi wajar kalau anak memandang ini sebagai bentuk untuk mengendalikan bukan bentuk kepedulian. Umumnya, ada dua hal yang membuat seseorang hidupnya merasa terkekang. Pertama, kemungkinan pikiran anak tersebut mendewasa lebih cepat dari yang diperkirakan orang tua dan karena ini anak membuat batasan – batasannya sendiri. Kedua, ada kemungkinan orang tua memang sedng mengendalikan hidup anaknya atau terlalu takut anaknya akan melakukan hal – hal yang pernah dilakukan oleh orang tuanya di masa lalu. Sayangnya mereka tidak sadar bahwa sikap seperti ini bukannya melindungi, tetapi justru menyakiti anak – anak mereka.

Hal ini dapat meningkatkan kestresan anak. Dan banyak lagi contoh kekang – mengekang orang tua terhadap anak yang dimana anak ingin kebebasan sedikit saja tetapi dilarang. Sejumlah dokter pun telah melaporkan bahwa anak-anak sering menderita sakit magh dan sakit kepala akibat kelelahan dan stress. Program untuk mencapai kesuksesan dengan pola hyperparenting ini adalah pola asuh yang sebenarnya menjauhkan anak dan orang tua dari hal – hal menyenangkan yang seharusnya mereka lakukan

Kecenderungan orang tua untuk memaksa sempurna anak – anaknya dan melarang apa yang diinginkan anaknya yang dianggap tidak penting itu juga dipicu oleh factor lingkungan sekitarnya seperti anak tetangga yang sukses dengan cara A tetapi sang anak tidak menyukai cara A dan menyukai cara B. Anak ingin menjadi penyanyi tapi orang tua ingin anaknya pns karena khawatir anaknya tidak sukses dibidang yang ia pilih sendiri dan sering khawatir atas kehidupan anaknya padahal anaknya baik baik saja, anak mempunyai keinginan untuk menolak saran dari orang tua tapi karena terlalu sering dipaksa dan dimarahi akhirnya anak menurut dan pasrah dengan mengorbankan keinginannya. dan cara seperti ini dianggap sebagai pola asuh baru buat anak oleh orang tua.

Terri apter seorang ahli psikiater remaja pernah mengatakan bahwa “ anda harus mengeluarkan semua potensi anak anda di usia muda, jika anda tidak mau kecewa dikemudian hari “ namun anehnya orang tua sekarang malah sebaliknya seperti yang diucapkan Dedy corbuzier “ saya menggambar pintar tapi matematikanya jeblok, saya dimarahi ibu saya dan ibu saya memanggil guru les matematika, apa yang terjadi ? nilai mtk saya yang awalnya 4 menjadi 5,5 sedangkan ilmu menggambar saya gitu gitu saja “. Disini dapat kita simpulkan bahwa seharusnya yang di gali potensi dari anak adalah apa yang bagus dari potensinya. Orang tua harus fokus pada bidang yang diminati anak bukan yang membuat anak bosan.

Ada sebuah penelitian yang lakukan oleh mufidah dan rifqy yang mencoba mencari tau apasih yang menyebabkan orang tua melakukan pola asuh hyper-parenting. Berdasarkan penelitiannya orang tua melakukan itu karena trauma pada masa lalunya.

Hyper-parenting juga akan membuat anak kurang percaya diri, kurang mandiri, mudah menyerah, mudah cemas dan takut menghadapi dunia luar. Dan parahnya anak menjadi kurang terampil dalam bersosialisasi. Pola asuh hyper-parenting yang cenderung mendikte anak ini akan menyebabkan anak mempunyai emosi yang kaku dan sulit dikontrol. Selain itu, anak yang terlalu terbebani dengan aturan dan tugas juga akan membuat tenaga dan pikirannya terkuras, yang bukannya tidak mungkin akan berujung pada masalah kesehatan si anak itu sendiri. Hal ini dijelaskan oleh Ian Janssen dalam risetnya yang berjudul "Hyper-parenting is Negatively Associated with Physical Activity Among 7–12 Year Olds”.

Banyaknya tugas dari orangtua dan aturan-aturan yang membatasi gerak mereka berpotensi membuat anak tertekan, terbebani, dan rentan depresi. Anak yang kurang mendapat kebebasan dari orangtuanya lebih rentan menjadi korban bully di sekolah ataupun lingkungannya. Perundungan terjadi karena kurangnya kemampuan komunikasi antara anak dengan teman-temannya. Peraturan dan tugas yang diarahkan orangtua otomatis membuat anak menjadi lebih sibuk, sehingga perlahan akan abai dengan lingkungan sekitar. Kesibukan yang dijalani anak akan membuat waktu bermain anak menjadi sangat kurang. Selain itu, ia secara perlahan ditarik dari lingkungan sosialnya. Konsekuensinya, anak-anak ini akan kesulitan berkomunikasi dengan baik dengan teman-teman sekitarnya.

Namun bagaimanapun, menghadapi orangtua yang selalu mengatur kita adalah hal yang pasti terjadi. Terlepas dari bagaimana sifat dan pola pengasuhan orangtua, akan ada saja friksi atau gesekan tentang beragam hal.Lantas, bagaimana cara kita menghadapi orangtua yang selalu merasa benar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun