Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Induk Semang Bukan Manusia, Lalu Siapa?

18 September 2013   22:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:42 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13795169201430252295

[caption id="attachment_279782" align="alignright" width="300" caption="Joni Fitra, ketua Koperasi Telaga Biru, induk semang warga Sigiran-Sumbar di perantauan."][/caption] Manakala kaki mulai melangkah untuk merantau, para orang tua tiada henti menasehati anak-anaknya dengan kata mutiara bermakna falsafah. Paling sering, sang ibu akan membaca sebuah talibun (pantun yang barisnya lebih dari empat) yang berbunyi: Kalau anak pergi ke pekan | Yu beli belanak beli | Ikan panjang beli dahulu ---- Kalau anak pergi berjalan | Ibu cari sanak pun cari | Induk semang cari dahulu. Kenapa induk semang yang disuruh si ibu untuk dicari? Menurut kompasianer Dian Kelana, karena dengan mendapatkan induk semang inilah si buyung bisa mempertahankan hidupnya selama di rantau orang.

Mestikah induk semang itu berwujud manusia? Di era global yang serba sibuk dan cepat, induk semang berwujud manusia [sering] tidak sempat lagi mengayomi para perantau. Meskipun induk semang orang sekampung, tetapi mereka disibukkan oleh usaha masing-masing. Tidak jarang, si perantau mengalami kekecewaan seolah-olah kurang diperhatikan oleh orang sekampung. Dalam tempo singkat, berita itu berkembang menjadi gossip tidak sedap di kampung halaman mereka.

Menyiasati hal itu, warga Sigiran (Maninjau-Sumbar) yang merantau ke Takengon Aceh Tengah mendirikan sebuah usaha bersama yang diberi nama Koperasi Telaga Biru. Dalam bincang-bincang dengan Joni Fitra, ketua Koperasi Telaga Biru, Rabu (18/9/2013), dia mengungkapkan bahwa koperasi tersebut menjadi “induk semang” bagi para perantau asal Sigiran. “Dulu induk semang itu sosok seseorang, sekarang berbentuk koperasi yang siap mengayomi anggotanya kapan saja,” imbuh Joni Fitra.

Cikal bakal koperasi itu berawal dari sebuah paguyuban yang bernama Ikatan Keluarga Sigiran (IKS) makanya yang bisa menjadi anggota koperasi adalah anggota IKS. Sebenarnya, paguyuban IKS itu hanya bertujuan untuk mempererat tali silaturrahmi dan membantu warga Sigiran yang kesulitan di perantauan. Dari pertemuan bulanan yang diselenggarakan IKS terungkap tentang kesulitan modal usaha anggotanya yang mayoritas berprofesi sebagai pedagang. Akhirnya, terhitung sejak 1 Agustus 1997, organisasi kekeluargaan itu bermetamorfosis dan melahirkan sebuah usaha yang kemudian bernama Koperasi Telaga Biru.

Tahukah pembaca, berapa pinjaman yang diberikan “induk semang” warga Sigiran itu kepada anggotanya? Menurut Joni Fitra, pinjaman yang beredar pada anggota Koperasi Telaga Biru saat ini mencapai Rp.570 juta lebih. Dari pinjaman itu diperoleh Sisa Hasil Usaha (SHU) 2012 sebesar Rp.88 juta. Koperasi yang jadi “induk semang” warga Sigiran itu juga telah memiliki aset berupa ruko yang terletak di Jalan Malim Mudo, Tetunyung, Takengon. Hebatnya lagi, banyak prestasi yang telah diraih koperasi “indung semang” itu, seperti juara II se Aceh Tengah, dan juara III se Provinsi Aceh.

Untuk apa digunakan uang yang dipinjam dari “induk semang” itu? Joni Fitra mengungkapkan bahwa para peminjam memanfaatkan uang itu untuk usaha, antara lain usaha gerobak cendol, tukang kasur, pedagang kelontong, dan mereka yang bedagang ke desa-desa di hari pekan. Dengan usaha kecil-kecilan itu, mereka bisa bertahan hidup di perantauan.

Biasanya, ungkap kompasianer, banyak koperasi yang “bubar” sebelum berkembang, terus kenapa Koperasi Telaga Biru masih tetap eksis sampai usia 16 tahun? Kiatnya, sebut Joni Fitra, dalam pertemuan rutin awal bulan, dia selalu mempertegas bahwa uang yang mereka pinjam itu milik sanak keluarga, bukan milik pengurus. Apabila mereka menunggak cicilan sama dengan menutup kesempatan sanak keluarga yang lain untuk meminjam. “Semangat kekeluargaan yang kita tonjolkan dalam mengelola induk semang ini,” tegas Joni.

Pola manajemen koperasi Telaga Biru serba terbuka. Seperti dalam pertemuan rutin bulanan itu, pengurus membacakan siapa saja yang meminjam uang koperasi, dan siapa yang menunggak. Esoknya, laporan yang dibacakan pengurus tadi ditempelkan di papan pengumuman sehingga semua orang bisa membaca. Dengan cara seperti itu, tambah Joni, anggota yang menunggak terpacu untuk bekerja keras demi melunasi tunggakannya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun