Mohon tunggu...
Muhammad Sultan
Muhammad Sultan Mohon Tunggu... Dosen - Biasakan menulis

Selalu bersyukur

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Relawan Sampah "Bukan" Sampah

19 April 2021   19:49 Diperbarui: 19 April 2021   20:12 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Umumnya mereka tidak minta gaji karena statusnya bukanlah seorang karyawan. Tidak juga menagih uang karena paham bukanlah debt colletor. Tidak pernah terdengar keluhan padahal terkadang bekerja dari siang hingga larut malam. Tetap bersemangat dalam menjalani rutinitasnya. 

Berselang sehari kehadirannya pasti dinanti dengan ciri khas teriakannya "sampaaaaah". Itulah rutinitas keseharian seorang "relawan pengangkut sampah" yang tetap setia mengangkut sampah hingga gang sempit.

Suatu hari saya sengaja sempatkan waktu untuk menunggunya di teras rumah. Menunggunya bukan tanpa alasan, berharap menyelami sedikit informasi motivasi melakoni rutinitasnya. Dia pun datang lengkap dengan gerobak kayu di belakangnya. Seperti biasa, dari kejauhan sudah berteriak "sampaaaaah". 

Semua jenis sampah sudah siap di tangan, saya pun lalu menyapa dan menaruh sampah di gerobaknya. "Pak, ini ada sedikit rezeki dari kami" kata saya dan tampak rasa senang di wajahnya yang sudah mulai mengeriput. "Terima kasih mas, sehat terus sekeluarga" jawabnya singkat.

Kesempatan ini pun tidak saya sia-siakan untuk bertanya. Sambil mendekat dan memegang gerobaknya, saya pun langsung melancarkan sejumlah pertanyaan. 

"Sejak kapan Bapak melakukan ini?, Apakah ada profesi lain?, Bagaimana dukungan dari anak-anak dan istri?, Apa motivasi melakukannya?, Apakah ada penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan ini?, Apakah mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya?, Kira-kira sampai kapan Bapak akan melakoninya?"

Ternyata pertanyaan saya yang banyak itu membuatnya tersenyum lalu tertawa lepas sambil sesekali menyeka keringat. Tampak tidak ada beban dari wajahnya. Sangat bersahabat dan bahkan beliau pun begitu tenang mendengar pertanyaan saya. 

Istri saya pun datang menghampiri dengan dua buah gelas berisi kopi di tangannya. Lalu kami persilakan duduk santai di teras rumah sambil minum kopi buatan istri tercinta. Kopinya begitu nikmat. Bapak "Mo" nama panggilannya yang kini berusia sekitar 55 tahun pun terlihat menikmati kopi.

Bapak Mo pun memulai bercerita. "Sekitar lebih 10 tahun yang lalu mulai menjalani ini". Itulah kalimat pertama yang disampaikannya. "Kegiatan hanya ini dan tidak ada yang lain. Istri dan anak-anak selalu mendukung. Awalnya suka kumpulkan sampah plastik untuk dijual lagi tapi lama-lama jadi senang masuk gang mengambil sampah depan rumah orang sekitar sini. Ternyata, ada warga yang kepingin dibantu sampahnya dibuang. Istri mas juga selalu memberikan uang. Kalau dibilang cukup, disyukuri mas rezeki yang ada. Entah sampai kapan menjalaninya tapi selama sehat, Insya Allah akan tetap seperti ini". Setelah bercerita hal-hal lainnya, beliau pun lalu pamit dan melanjutkan rutinitasnya.

Hasil wawancara singkat dan sifatnya dadakan dengan Bapak Mo menyisakan sejumlah pertanyaan di benak saya. Terdapat banyak relawan pengangkut sampah yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia. 

Pertanyaannya, bagaimana regulasi di daerah tentang pengelolaan sampah?, Bagaimana kesadaran masyarakat dalam membuang sampah?, Apakah keberadaan relawan pengangkut sampah masih diperlukan?, Bagaimana kepedulian pemerintah setempat terhadap keberadaan mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun