Turunnya hujan, saat ini, tak pernah luput dari keseharian kita. Tak mengenal hari, dan tak pernah mengenal kondisi kita yang sedang berada dimana; dan melakukan apa.
Itulah hujan, seperti layaknya kehidupan, tak mampu kita cegah dan tak mampu kita suruh untuk turun atau tidak turun. Kehendaknya begitu bebas dan otoriter. Kita tak bisa mengendalikannya, karena itu telah menjadi suratan takdir Sang Pemilik dan Penentu Hujan.
Hujan turun kadang datang dengan penuh aba-aba, namun juga datang dengan tiba-tiba. Kita yang punya rencana, ketar-ketik dibuatnya.Â
Itulah masalahnya, karena kita tak mampu "memprediksi" hujan; mencegah atau menyuruhnya pergi, apalagi, rasanya itu merupakan hal yang mustahil, membuat sisi emosional kita menjadi tak stabil.
Disinilah hujan yang turun -apalagi secara tiba-tiba- menjadi pisau analisis bagi sisi kedewasaan manusia.
Bagi Si Pesyukur, hujan datang, menjadikan dia lebih bersyukur pada kehendak Tuhannya yang tak pernah salah dalam menurunkan hujannya dari langit.Â
Bagi Si Pesyukur, hujan dianggapnya sebagai keberkahan yang tak terbantahkan, meskipun hujan tersebut datang  dengan begitu hebatnya. Karena pasti dalam setiap takdir Tuhan, ada sisi positif yang akan dituai oleh manusia itu sendiri.
Lain halnya, bagi Si Penggerutu, tipe orang ini, kerapkali menggerutu saat hujan turun, sekalipun hujan itu hanyalah gerimis.
Kita ada ada di posisi mana saat hujan turun? Disinilah ujiannya! seperti halnya soal ujian, kita dituntut untuk benar dalam bersikap saat turun hujan.
Benar dalam artian sejauh mana kedewasaan kita dalam mengolah emosi saat turun hujan. Apalagi bagi kita, atau Anda yang sedang berkendara, tentulah hujan menjadi penghambat kalau Anda tak pintar-pintar dalam menyikapinya.