Pemilihan kepala daerah (Pilkada) seharusnya menjadi pesta demokrasi yang mencerminkan kedewasaan politik masyarakat. Namun, peristiwa yang terjadi di Dompu, di mana beberapa tempat umum dirusak oleh kelompok masyarakat, menunjukkan sisi gelap dari kurangnya pemahaman politik yang mendalam. Insiden tersebut diduga dipicu oleh euforia kemenangan atau kekecewaan pasca-pemilihan.
Kekurangan literasi politik di kalangan masyarakat menjadi salah satu penyebab utama masalah ini. Dalam banyak kasus, politik hanya dipandang sebagai ajang perebutan kekuasaan tanpa disertai pemahaman tentang prinsip-prinsip demokrasi, etika, dan tanggung jawab sosial. Akibatnya, pesta demokrasi berubah menjadi pesta perusakan yang merugikan fasilitas publik dan mencederai makna demokrasi itu sendiri.
Kejadian seperti ini mencerminkan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pendidikan politik, baik melalui institusi formal seperti sekolah maupun forum informal masyarakat. Pemahaman yang lebih baik tentang hak dan kewajiban warga negara, pentingnya menjaga keamanan publik, serta menghormati perbedaan pilihan politik adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih matang secara politik.
Literasi politik bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat sipil, tokoh agama, dan pemimpin komunitas. Kerja sama berbagai pihak sangat diperlukan untuk memastikan bahwa pesta demokrasi tidak lagi dinodai oleh tindakan yang merusak nilai-nilai bersama. Mari jadikan Pilkada sebagai momen refleksi dan pembelajaran untuk membangun demokrasi yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Editor :riza370hn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H