Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Islam Sultan Agung

Insya Allah menjadi orang yang berguna bagi semua teman dan keluarga. Pemimpi yang ambisius untuk meraih mimpi yang jauh disana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terima Kasih Pandemi

27 Juni 2021   08:21 Diperbarui: 27 Juni 2021   11:36 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini tanggal 9 Januari 2020, tepat dimana hari pertama masuk semester 6 di kampusku. Aku berangkat dengan berjalan kaki seperti biasa. Nah saat itu aku sedang melintas di sebuah warung depan kampus dan mendengar berita tentang virus berbahaya  yang menjagkiti warga Wuhan di Cina. 

Sangat sedih dan kasihan mendengar berita ini. Apalagi dikatakan bahwa virus ini sangat cepat penyebarannya, para ilmuwan juga mengatakan bahwa virus ini bisa menyebar ke seluruh dunia. Mengetahui hal itu aku jadi takut dan berharap bahwa virus ini tidak sampai di Indonesia.

Sebulan berlalu, ternyata harapanku tidak menjadi nyata. Virus itu telah masuk ke Indonesia. Pemerintah waspada, berbagai kebijakan dikeluarkan untuk menekan penyebarannya. Seluruh masyarakat Indonesia diminta waspada dan patuh akan kebijakan pemerintah. 

Kegiatan pendidikan dirumahkan untuk sementara termasuk juga kegiatan perkuliahan. Dari waktu ke waktu penyebaran virus ini semakin meluas, sehingga berbagai daerah menjadi zona berbahaya.

Aku pun segera pulang ke kampungku di Blora, aku merasa tidak aman di kota besar seperti Semarang, khawatir terjangkit virus ini. Akan tetapi  aku lebih khawatir lagi dengan ayah yang berada di kota Jakarta, kota yang termasuk rawan dan zona merah. 

Beberapa kali kuminta ayah untuk pulang akan tetapi pabrik tempat ayah bekerja masih belum meliburkan kegiatan industrinya. Aku pun berpesan agar ayah selalu berhati-hati dan mematuhi protokol kesehatan.

Beberapa minggu kemudian akhirnya seluruh karyawan perusahaan ayahku di rumahkan untuk sementara waktu. Alhamdulillah tidak ada pemecatan massal seperti yang sedang ramai diberitakan. 

Untuk pulang ke Blora juga bukan perkara mudah, semua harus melalui proses yang panjang. Ayah harus mendapatkan surat bebas korona, mendapatkan izin dari kepala daerah, dan belum lagi harus karantina mandiri selama 14 hari.

Aku, adik dan ibuku hanya bisa melihatnya dari jauh saat turun dari bus. Ayah dan beberapa teman se daerah di karantina di balai desa Arasi. Semua fasilitas sudah dipersiapkan oleh instansi pemerintah. Kami harus bersabar menunggu 2 minggu untuk bisa memeluk ayah setelah sekian lama.

                                        *****

"Bagaimana kang keadaan di Jakarta waktu sampeyan masih disana?"tanya Pak Khuya sambil menyeruput segelas kopi. Saat itu sedang ada ronda malam sehabis salat tarawih. Ayah juga sudah menyelesaikan karantinanya dua hari sebelum bulan puasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun