Mohon tunggu...
Karim Abdurrazaq
Karim Abdurrazaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bahasa dan Sastra Arab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Problematika Syiah di Indonesia

3 Juli 2022   02:11 Diperbarui: 3 Juli 2022   06:01 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keberagaman suku, budaya, adat istiadat, serta agama telah menjadi suatu hal yang lazim di masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu. Namun, dewasa ini tidak jarang ditemui adanya sikap intoleran dan diskriminasi, bahkan persekusi di tengah masyarakat. 

Hal ini menyebabkan adanya tenggang rasa antara kaum mayoritas dengan kaum minoritas, bahkan terjadi pula pada internal kaum itu sendiri. Sifat dan sikap eksklusivitas yang mendarah daging di bumi pertiwi ini, menjadi salah satu pemicu ketidakrukunan masyarakat. 

Namun tentunya, bukan berarti sifat dan sikap eksklusivitas ini menjadi pemicu utama. Dalam hal ini, maka tak heran jika masuknya aliran Syiah ke Indonesia yang dianggap menyimpang oleh para ulama Ahlu al-Sunnah wa al-Jama'ah (Sunni), menjadi satu dari sekian banyak hal yang sangat kontroversial dan tak kunjung surut.

Secara historis, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat pada abad ke-7. Yang mana, dalam prosesnya, juga memberi kesempatan bagi para penganut aliran Syiah untuk mengembangkan sayapnya ke wilayah lain, termasuk Indonesia. Di Indonesia, Syiah pertama kali datang ke Aceh. Hal ini ditandai dengan adanya Kesultanan Peurleak (abad ke-8) yang menganut aliran Syiah. 

Kemudian pada abad ke-13, putri dari Sultan Peurleak terakhir dinikahkan dengan raja pertama Kerajaan Samudra Pasai. Namun, kekuasaan dipegang kembali oleh ulama Sunni pada zaman Sultan Iskandar Tsani (raja kedua Kerajaan Samudra Pasai). Dan hal ini menyebabkan para penganut Syiah bersembunyi, sehingga pada saat itu Syiah tidak mengalami benturan dengan kelompok lain. Kondisi ini berlangsung sampai meletusnya gerakan revolusi Islam di Iran pada 1977-1979.

Sebagai aliran yang dianggap menyimpang oleh para ulama Sunni, berkembangnya Syiah di Indonesia tentunya tidak berjalan dengan mulus. Berbagai upaya mereka lakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan sayapnya di Indonesia. Salah satu bentuk upayanya adalah dengan mendirikan organisasi-organisasi yang berorientasi pada ajaran Syiah, seperti Ahlul Bait Indonesia (ABI), Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Ikatan Pemuda Ahlul Bait Indonesia (IPABI), dan terdapat sekitar 77 yayasan Syiah di Indonesia yang tersebar di berbagai daerah.

Para penganut Syiah tidak hanya mencoba dan berupaya memasuki ranah politik, tetapi mereka juga berupaya melalui karya tulis. Beberapa penerbit di Indonesia menerbitkan buku-buku yang ditulis oleh ulama-ulama Iran, seperti Mizan, Pustaka Hidayah, dan Shadra Press. Islamic Cultural Center di Jakarta juga dinilai sebagai gerbong Syiah di Indonesia. 

Namun, apa pun upaya yang dilakukan para penganut Syiah dalam mempertahankan dan mengembangkan sayapnya, selalu mendapat pertentangan dan penolakan oleh kelompok lain yang tidak sepaham dengannya, bahkan tak jarang adanya perlakuan diskriminasi dan persekusi terhadap mereka.

Dalam setiap konflik, yang menjadi faktor utama konflik-konflik tersebut adalah ketidaksepemahaman ajaran kelompok lain terhadap Syiah. Di satu sisi, khususnya kelompok Sunni, memuliakan para sahabat nabi karena mereka telah membersamai Nabi Muhammad SAW. dalam setiap perjuangan untuk mempertahankan eksistensi dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Sementara itu, di sisi lain, (sebagian besar) kelompok Syiah justru sangat membenci dan mencela para sahabat nabi, bahkan hingga pada tingkat pengkafiran.

Salah satu konflik Sunni-Syiah yang sangat kontroversial adalah konflik Sampang, Madura yang meletus pada tahun 2012 silam. Konflik ini bermula karena Kiai Tajul Muluk, tokoh terkemuka Syiah di Sampang saat itu memiliki banyak pengikut, dan terus bertambah. Tentunya, hal ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat setempat, karena bisa saja Syiah berkembang dengan cepat di daerah tersebut. 

Kekhawatiran yang semakin meresahkan tersebut mendasari keberanian masyarakat setempat untuk mengungkapkan keresahannya dengan "lantang", bahkan dengan cara ekstrem. Berbagai upaya dilakukan masyarakat setempat untuk mencegah berkembangnya Syiah di daerah tersebut. Dan setiap upayanya, menimbulkan adanya gesekan-gesekan kecil, hingga kerusuhan atau huru-hara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun